Setelah menyadari “sekedar menjalankan tugas”,
kita renungkan mengenai tugas yang telah diberikan kepada Nabi Saw beserta
umatnya yang mana jumlahnya masih beberapa belas orang.
Dalam Al-Qur’an maupun hadist tidak didapat
keterangan harus menang. Yang ada hanyalah perintah menyusun kekuatan setinggi
batas kemampuan (QS. 8 : 60). Perintah menyusunkekuatan
tetap berlaku walau dimulai dengan beberapa orang. Sebab, bilamana telah
konsisten terhadap perintah tersebut itu, maka tentu tidak terpaku oleh
persoalan hidup atau mati. Disitulah letak tawakkal. Berbuat,
kemudian berserah diri kepada Allah SWT.
Belum terpisah dari uraian itu, kita lihat petikan ayat yang bunyinya :
“…..dan masa-masa kemenangan itu Kami
pergilirkan di antara manusia, supaya jelas diketahui oleh Allah, orang-orang
yang beriman itu, dan dijadikan-Nya sebagian di antara kamu mati syahid…” (Qs.
Ali Imron : 140).
Ayat di atas itu diturunkan setelah terjadinya
perang Uhud. Pihak muslimin telah mengalami kemenangan fisik pada “Perang
Badar”. Kemudian menemui kekalahan dalam “Perang Uhud”. Maka, dengan kekalahan
itu diperingatkan jangan berkecil hati. Sebab, bahwa kekalahan pun kemenangan,
pada hakekatnya adalah dipergilirkan Allah. Yang mana dari kekalahan itu dapat
dijadikan pelajaran guna mengoreksi di mana letaknya kelemahan. Juga, supaya
sebagian mu’min didapat yang mati syahid. Dan tersedia pula generasi
penerusnya, kesempatan melanjutkan perjuangan.
Menyadari bahwa adanya kekalahan itu sebagai
penguji keimanan, sehingga bila bagi yang tujuannya
semata-mata meraih kemenangan fisik, maka akan diketahui oleh Allah. Dalam hati
sanubarinya merasa kapok dan menyesali dirinya terlibat dalam arena perjuangan.
Berbeda lagi dengan
kita bahwa kekalahan secara fisik itu dapat dijadikan kesimpulan; Yaitu bahwa
adanya kemenangan atau kejayaan bagi pihak pancasilais pada zamannya pun
bukanlah disebabkan tentaranya berani mati. Justru sebagian mereka menjadi
serdadu itu, karena andalan gaji guna menunjang hidup. Juga, bukan konsepsi
mereka lebih jitu dari pada Islam.
Dan
bukan pula karena kesaktiannya pancasila, yang membuat diri musyrik bila
mempercayainya. Akan tetapi, memang bahwa masa-masa kejayaan dan
kekalahan itu sedangdipergilirkanAllah, agar
banyak diantara mujahid Islam yang mati syahid. Dan terbuka peluang bagi
pelanjutnya dalam menghadapiujian guna
menjunjung “Kalimat-Kalimat Allah”.
a.Pada bulan Mei 1961 telah menyerah 3 orang
penglima :
1.H. Zainal
Abidin
2.Ateng
Zaelani Setiawan
3.Danu
Muhammad Hasan
b.Pada tanggal 28 Mei 1962 menyerah Adah
Zaelani Tirtapraja
(Panglima divisi Kandang Wesi dan AKT)
2. Imam tertawan pada tanggal 4 Juni 1962
3. Tanggal 1 Agustus 1962 terjadi ikrar
bersama antara 32 ex DII/TII dengan
pemerintah RI.
4.Tanggal 17 Agustus 1962 Imam Di eksekusi
mati
5.Kepemimpinan
NII dilanjutkan oleh Abdul Qohar Muzakkar salah seorang KPWB di
Sulawesi sampai tahun 1965(tanggal 10 Dzulhidjah 1381 H / 14 Mei
1962 Memproklamasikan Republik Persatuan Islam Indonesia / RPII dan membatalkan
Proklamasi RI serta NII)
6.Kepemimpinan
dilanjutkan oleh Agus Abdullah KPWB I kemudian wafat tahun 1973
(salah seorang penandatanganan ikrar bersama pada tanggal 1 Agustus 1962)
Tahun 1973 diadakan syuro dirumah Danu Muhammad Hasan dan
diangkat Daud Beureuh sebagai Imam sampai tahun 1978(tanggal
21 September 1953 bergabung dengan DI, 21 September 1955 membentuk negara
bagian Aceh / RIA, 8 Februari 1960 bergabung dengan RPI Pimpinan Syarifuddin
Prawiranegara dan tanggal 15 agustus 1961 memproklamasikan Republik Islam Aceh
/ RIA)
7.Tahun 1978 diadakan syuro di MAHONI
tentang program masa datang dan ditunjuklah Adah Zaelani sebagai Imam
8.Tanggal 1 Juli 1979 diadakan musyawarah
penetapan system direksi/kordinator, Adah Zaelani ditunjuk
sebagai Direktur Utama dan Tahmid Rahmat Basuki sebagai KSU
9.Tahun 1981
semua jajaran tertangkap karena kasus Komando Jihad (KOMJI)
10.Tahun 1987 terjadi syuro di lampung
diangkat dan di deklarasikan Ajengan Masduki sebagai Imam dan Abdullah
Sungkar wakil Imam (Ajengan Masduki adalah veteran gunung cupu, tahun 1962 ia
sebagai wakil residen priangan timur, dan pada musyawarah 1 Juli 1975 Ajengan
Masduki menjabat sebagai wakil dewan fatwa yang dipimpin oleh Abu Suja)
11.Bulan Februari 1996 Adah Zaelani keluar
dari dalam penjara dan kemudian tanggal 3 Mei 1996 mengangkat Abu
Toto/ASPG sebagai Imam pengganti dirinya dan secara sepihak tanpa
syuro membatalkan hasil syuro tanggal 1 Juli 1979. (ASPG adalah mantan
panglima wilayah 9 setelah H.Rais masuk penjaran)
12.Tanggal 19 Oktober 1996 secara sepihak ASPG
membatalkan exponen lama (panitia A1 dan A2), lalu mengumumkan Majelis
Syuro versinya
13.Tanggal 25 Januari 1997 panitia A1 dan
A2 mengumumkan uzurnya Adah Zaelani sebagai Dirut Dan menyatakan BARO’
dengan ASPG
14.Pada tanggal 5 Desember 1998 panitia A1
dan A2 dengan basis 3 wilayah besar mengadakan musyawarah di CISARUA.
Dan mengangkat dan mengukuhkan Tahmid Rahmat Basuki sebagai Direktur Utama /
Konpus (Tahmid adalah mantan pasukan Bantala Seta, pengawal imam)
PENJELASAN DAN TINJAUAN ESTAPETA
KEPEMIMPINAN NII YANG INKONSTITUSIONAL
Adapun alasan pembatalan Estafeta Kepemimpinan yang
dipangku mulai dari Abdul Qohar Muzakkar sampai Tahmid Rahmat Basuki dan Toto
Abdus Salam (Syeh Panji Gumilang) adalah disebabkan ketidak
konstitusionalannya (diangkat berdasarkan apa?, diangkat oleh siapa?, pada
saat diangkat jabatannya apa?) dan tidak memenuhi 4 parameter yang ada,antara
lain sebagai berikut :
15.Abdul Qohar Muzakkar pada saat diangkat beliau bukan lagi seorang KPWB
(Panglima yang kedudukannya dianggap setaraf dengan AKT) karena pada tanggal 10
Dzulhijjah 1381 H bertepatan 14 Mei 1962 Mtelah memisahkan diri
dari NII dengan memproklamasikan Republik Persatuan Islam Indonesia(RPII).
Beliau menyatakan sebagai Imam RPII.
16.Agus
Abdullah kedudukan awalnya sebagai
KPWB 1 sebagaimana termaktub dalam MKT No.11 1959 beliau berhak
diangkat menjadi Imam tetapi pada tanggal 1 Agustus 1962 beliau telah menandatangani
ikrar bersama kepada pemerintah penjajah RI dan menyatakan setia kembali kepada
pancasila maka kedudukannya sebagai KPWB dan pengangkatan beliau menjadi Imam
adalah BATAL.
17.Daud
Beureuh pada saat diangkat
menjadi Imam bukan lagi menjabat sebagai KPWB karena pada tanggal 21
September 1953 beliau bergabung dengan DI,kemudian pada tanggal yang
sama di Th 1955 beliau membentuk Negara bagian Aceh (RIA) yang diproklamirkan
pada tanggal 15 Agustus 1961 dan sebelum beliau memproklamirkan Republik
Islam Aceh (RIA) pada tanggal 8
Februari 1960 beliau bergabung dengan RPI yang dipimpin oleh Syarifuddin
Prawiranegara. Maka kedudukannya sebagai KPWB dan pengangkatan
beliau menjadi Imam BATAL.
18.Adah
Zaelani yang kedudukan awalnya
sebagai AKT sebagaimana termaktub
dalam MKT No.11 1959 beliau berhak diangkat menjadi Imam tetapi kedudukan
beliau sebagai AKT dan pengangkatannya sebagai ImamBATAL
karena pada tanggal 28 Mei 1962 beliau menyerah dan menandatangani
ikrar bersama kepada pemerintahan penjajah RI dan menyatakan setia kembali
kepada pancasila kemudian pada
tanggal 1 Juli 1979 dalam musyawarah penetapansystem Direksi
/ koordinator beliau diangkat sebagai Direktur Utama dan Tahmid
Rahmat basuki sebagai KSU.Semua jajarannya tertangkap pada
Th.1981 karena kasus Komando Jihad.
19.Pengangkatan
Ajengan Masduki sebagai ImamBATAL karena tidak
sesuai dengan isi MKT No.11 1959 yaitu syarat pengganti Imam harus
diambil dari KUKT/AKT/KSU/KPWB sedangkan Ajengan Masdukitidak
menjabat salah satu dari ketentuan tersebut maka beliau tidak dapat
diangkat sebagai pengganti Imam.
20.Pengangkatan
Abu Toto(ASPG) sebagai ImamBATAL karena tidak
sesuai dengan isi MKT No.11 1959 yang kedudukan awalnya ASPG
tidak menjabat sebagai KUKT/AKT/KSU/KPWB
apalagi yang mengangkat beliau menjadi Imam adalah Adah Zaelani yang
sudah jelas ketidak absahannya sebagai Imam.
21.Pengangkatan
Tahmid Rahmat Basuki sebagai Imam BATAL karena tidak
sesuai dengan isi MKT No.11 1959 yang kedudukan awalnya adalah Pasukan
Bantala Seta/Pengawal Imam Bukan sebagai KUKT/AKT/KSU/KPWB.
Apabila komitmen kepada suatu kepemimpinan dengan rujukan
karena sebagai golongan yang lebih banyak pengikutnya, sungguh bertentangan
dengan prinsip tauhid. Di akhirat golongan yang banyak tidak menjadi jaminan
keselamatan menghadapi Hisab Allah SWT. Semua rujukan yang
diperselisihkan akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Apakah benar-benar karena
keyakinan berdasarkan Sunnah Rosululloh SAW serta Sunnah Khulafaur Rasyidin Al
Mahdiyiin juga ilmu perundang-undangan NII, atau hanya berdasarkan golongan
atau hal-hal lain yang diluar lillahi ta’aala, semuanya diketahui Allah SWT. Di
dunia ini kita bisa saja berbohong, mencla-mencle, berliku-liku atau
memanipulasi perkataan yang sudah dikeluarkan mulutnya sendiri, karena di dunia
ini banyak kesempatan bagi syaithan menggoda kita. Tetapi kelak di akhirat
syaithan itu melepaskan diri. Maka kita harus benar-benar memahami dan mengerti
sebelum mengambil suatu langkah.
II.PENJELASAN
DAN ALASAN ATAS ESTAPETA KONSTITUSIONAL
Alasan keabsahan Estafeta Kepemimpinan yang dipangku
mulai dari AFW dan MYT sesuai dengan legalitas pengangkatan Imam dalam NII poin
2 yaitu tergantung situasi dan kondisi yang sesuai dengan MKT No.11 Th.1959
kemudian telah terpenuhinya syarat konstitusional yaitu diangkat berdasarkan
apa? Diangkat oleh siapa? Pada saat diangkat jabatannya apa? Dan telah terpenuhi
pula 4 parmeter yang ada. Antara lain sebagai berikut:
1.AFW yang menjabat sebagai KUKT dan menjadi
satu-satunya jajaran yang termasuk dalam MKT No.11 Th.1959 yang masih ada, yang
secara otomatis berkewajiban menggantikan posisi Imam.
2.MYT yang menjabat sebagai leader dalam tim 12
telah ditunjuk langsung Oleh AFW yang menurut MKT No.11 memiliki Purbawisesa
penuh.
Mujahidin yang benar-benar bertujuan memperoleh ridla
Allah maka tidak perduli siapapun orangnya sebagai Imam apabila pengangkatannya
sudah sesuai dengan realisasi MKT No.11 Th.1959, karena berpegang kepada sabda
Nabi SAW:
“Dengarlah dan taatilah walapun yang diangkat
sebagai pimpinanmu ialah seorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis.”
Hadist diatas jelas sekali menjelaskan bahwa kepemimpinan
yang sah dalam Islam yakni yang memiliki nilai legalitas, diangkat sesuai
dengan perundang –undangan. Artinya, didalam Islam keimaman tidak berdasarkan
figuritas sebab apabila figuritas tentu tidak perlu ada ungkapan kata budak
Habsy.
Suatu kemenangan dalam Islam pada hakekatnya bukanlah kemenangan dalam
arti fisik semata, melainkan yaitu adanya kesuksesan menghadapi ujian dalam
rangka mematuhi tugas beribadah. Sebagaimana Firman Allah yang bunyi-Nya :
“Sesungguhnya
Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang beriman dengan memberikan surga
untuk mereka ; mereka berperang pada jalan Allah kemudian mereka membunuh dan
dibunuh, sebagai janji yang benar dari Allah, di dalam Taurat, Injil dan
Qur’an. Siapakah yang menepati janjinya daripada Allah ? Bergembiralah dengan
jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (Qs.
At Taubah: 111)
Maksudnya, bahwa orang mu’min yang berperang pada jalan Allah, mereka
telah “menjual” diri dan harta mereka kepada Allah, dibeli dengan “jannah
(surga)”, maka hal itu sebagai “kemenangan yang besar”.
Bertambah jelas bahwa yang disebut sebagai pribadi yang sedang dalam
kemenangan, pada hakekatnya ialah yang telah sukses tatkala mematuhi tugas ;
baik dalam keadaan telah membunuh atau dibunuh. Ini dapat dimaknakan “menang
atau kalah secara fisik”. Walaupun dibunuh, namun bila sudah mengabdikan diri
kepada Allah, maka itulah yang dinyatakan dalam Kitabbullah sebagai kemenangan
yang besar”.
Sebaliknya dari hal diatas itu, terhadap seseorang yang kabarnya
berpredikat tokoh Islam, berbangga diri karena kemenangan dalam perebutan
kursi. Dengan disanjung oleh para penguasa thagut dan diserahi baginya
kedudukan yang tinggi. Di tempat mana saja dapat berbicara. Ketempat rapat mana
pun, fasilitas tersedia. Ya, kapan beristirahat ; gedung mewah dia pun punya.
Sedang dirinya merasa aman dari ancaman jahannam, walau sadar berpihak pada
penguasa yang menentang berlakunya hukum-hukum Islam. Mata hatinya tertutup
(QS. 17 : 46) dengan kemegahan hingga tidak kenal memisahkan mana yang hak dan
mana yang bathil. Yang sedemikian itu tidak lain hanyalah kemenangan menurut
hawa nafsunya ! Penguasa mana saja asal yang lagi menang, itu pula yang
dijadikan majikannya. Tampaknya tidak sadar bila dirinya seolah-olah anjing
penyalak ! Dari itulah anda jangan menilai sesuatu kegiatan dari segi duniawi
melulu yang bisa-bisa diperosokkan setan !
1)
Langkah Pertama
Peluncuran teori Demokrasi.
Desak semua Negara untuk menganut teori demokrasi. Dengan Negara yang menganut
teori demokrasi maka akan terbentuk “Parlementer”, dengan system parlementer
maka ummat islam akan bersaing memperebutkan “kekuasaan keputusan Negara dengan
Non Islam”. 2)
Langkah Kedua
Pemberian kebebasan kepada Ummat Islam untuk membuat “Organisasi Politik
(Orpol)”. Dengan diberikannya kebebasan membuat Organisasi Politik maka ummat
Islam bisa bersaing dengan sesamanya demi untuk kemenangan “Orpol” dan
“melupakan” kemenangan Islam dan Ummat Islam. Dengan demikian ummat Islam pecah
dan cakar-cakaran dengan sesamanya karena “orpol” yang dibuatnya.
3) Langkah Ketiga
Pemberian kebebasan kepada Ummat Islam untuk membuat “Organisasi Masyarakat
(Ormas)”. Setelah nampak pecahnya ummat Islam melalui pemberian kebebasan untuk
membuat Orpol maka selanjutnya pemberian kebebasan kepada ummat Islam untuk
membuat Ormas sehingga diharapkan ummat Islam pecah dan cakar-cakaran lagi
karena ormas yang dibuatnya.
4)
Langkah Keempat
Pemberian kebebasan kepada Ummat Islam untuk membuat “Yayasan” atau “Lembaga
Pendidikan” dan “Pesantren”. Setelah nampak pecah belah ummat Islam karena
Orpol dan Ormas maka selanjutnya diberikan kebebasan untuk membuat yayasan
sehingga ummat Islam akan berlomba membuat yayasan diberbagai kegiatan sosial
dan pendidikan. Ini diharapkan disuatu wilayah desa atau perkotaan ummat Islam
akan bersaing dengan sesamanya berebut lahan atau siswa dan simpatisan demi
kemajuan yayasan masing-masing tanpa menghiraukan kemajuan yayasan saudaranya
yang lain di wilayahnya dan aspek yang sama.
Dengan pemberian kebebasan ini diharapkan kekuatan ummat Islam disuatu wilayah
cakar-cakaran karena yayasan yang dibuatnya.
5) Langkah Kelima
Pemberian kebebasan untuk pentas diatas panggung. Setelah semakin pecahnya
ummat islam karena masalah “Demokrasi, Orpol, Ormas dan Yayasan” maka
dengan diberikannya lagi kebebasan untuk pentas diatas panggung atau siaran
dengan cara mendesak ummat Islam kearah pementasan tokoh-tokohnya ke panggung
atau siaran. Teori ini diharapkan agar menumbuhkan rasa tinggi status sosial
para tokoh Islam diantara tokoh Islam yang lain. Dan juga mengecilkan wibawa
tokoh Islam yang ada di wilayah domisili ummat.
Dengan teori ini akan muncul tokoh kondang yang “bertarif mahal” dan
tokoh semi kondang (kelas menengah) “bertarif menengah” dan tokoh Islam yang
“disiksa ummat Islam” ditempat domisilinya (mengajar agama Islam kepada
masyrakat tanpa dibayar) sehingga dimungkinkan terjadi persaingan antar tokoh
Islam dan bisa cakar-cakaran antar tokoh dalam memperebutkan lahan da’wah.
6)
Langkah Keenam
Pemberian kebebasan kepada masyarakat Islam agar membuat seminar. Teori ini
akan menyebabkan panitia seminar mengundang tokoh Islam untuk membahas ajaran
Islam, tanggapan Islam terhadap situasi dan suasana yang ada sehingga mata dan
pandangan ummat Islam terfokus kepada masalah umum yang global dan lupa
memperhatikan nasib ummat ditempat domisilinya demi kepentingan individu atau
keluarga muslim.
7) Langkah ketujuh
Pemberian kebebasan kepada masyarakat Islam untuk mengundang tokoh Islam demi
kepentingan individu atau keluarga muslim. Hidupkan kebiasaan ummat Islam untuk
mengundang tokohnya ke rumah individu atau keluarga muslim agar tokoh Islam
tersebut habis waktunya untuk mendukung individu atau keluarga muslim sehingga
tidak ada waktu untuk memikirkan Islam dan ummat Islam secara global. Langkah Kedelapan
Penyanjungan dan pemberian penghargaan. Teori penyanjungan dan penghargaan
kepada tokoh dan ulama Islam bentuknya penyediaan fasiltas hidup kepada
sebagian yayasan/ ormas/ orpol yang mendukung teori demokrasi agar dapat memicu
atau mengumpan tokoh, ulama, yayasan, ormas dan orpol Islam lain agar mereka
merasa dibesarkan atau dikecilkan dimasyarakat sehingga terjadi kerenggangan
hubungan. 9)
Langkah Kesembilan
Mendekati tokoh Islam yang memegang jabatan strategis didalam institusi atau
Negara untuk didesak membuat fatwa atau statemen yang dapat menjinakkan ummat
Islam lain yang keras.
10) Langkah Kesepuluh
Melumpuhkan tokoh atau ulama dan kelompok ummat Islam yang komitmen terhadap
ajaran dan hukum Islam. Teori ini digunakan atau dilaksanakan dalam keadaan
Negara dan Demokrasi dirongrong ummat Islam dalam bentuk pembunuhan tokoh atau
ulama kondang yang telah dicatat dan dideteksi sebelumnya.
Menghayati hidup ini yang mana
tujuan kita untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Sudah tentu tujuan
berjuang pun sekedar mengemban tugas dari-Nya. Perhatikan kembali ayat yang
bunyinya :
“Dan hendaklah kamu menghukum di antara
mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka….”. (Qs. Al Maidah : 49)
Dengan
ayat diatas itu kita diberi amanat (tugas) menjalankan undang-undang Al-Qur’an.
Karena itu yang merasa diberi amanat sedemikian, maka tidak berpangku tangan
sebelum Kitabbullah itu bertegak secara nyata sebagai Konstitusi Kerajaan Allah
dimuka bumi.
Adapun supaya diri merasa
diberi tugas dari Allah, maka membutuhkan rasa keimanan yang mendalam, harus
“benar-benar yakin” terhadap ke-agungan/kekuasaan-Nya ; yang paling berkuasa
dalam segala hal. Sehingga hukum-hukum Al-Qur’an itu dirasakan mutlak harus
dilaksanakan dalam segala segi kehid upan.
Sang buruh yang tahu diri, maka akan
menyerahkan segala urusan mengenai hal pengabdiannya kepada yang memerintahnya.
Dan berusaha sedaya-dayanya agar tidak kena murka dari atasannya. Jadi, kalau
sang buruh itu akan menggunakan “akalnya”, paling juga berpikir ; bagaimana
bila tugasnya itu tidak dia patuhi, sedang tiada lagi tumpuan hidup selain
majikannya. Dengan menjalankan apa yang diperintahkan oleh majikannya itu, maka
seandainya proyek atau pekerjaannya itu belum dapat dirampungkan, namun bila
dalam melaksanakannya itu sudah sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam
surat perintah (SPK) dari atasan, maka hal itu dapat dipertanggung jawabkan.
Berbeda lagi dengan buruh yang menyepelekan kekuasaan majikannya juga ragu
terhadap kebijaksanaan dalam surat perintah kerja yang diberikan oleh
majikannya, hingga memakai konsep/cara yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan dari majikannya, maka pegawai sedemikian rupa itu tetap dalam
tuntutan hukum akan ditindak.
Begitu juga bagi seorang hamba yang akalnya
disertai keimanan, tentu menyadari bahwa ilmu yang diberikan kepada manusia itu
hanya sedikit (QS. 17 : 85) dan sangat banyak ilmu yang tidak diketahui oleh
manusia secara realita. Maka, bagaimana pun pandainya manusia, tetap sebagai
hamba yang kemampuan berpikirnya terbatas. Jadi,
selaku hamba yang takut akan ancaman dari penguasa-Nya, maka dalam melaksanakan
perintah Allah tidak menunggu pertimbangan terlebih dulu untuk mengetahui
tentang “sebab” atau latar belakangnya. Bila ingin “terlebih dulu”
mengetahui latar belakangnya dari pada mematuhi-Nya, berarti tidak percaya
terhadap kebijaksanaan dari Allah SWT. Diartikan pula tidak tunduk terhadap
keputusan hukum dari-Nya. Sama artinya dengan tidak meyakini Kekuasaan Allah.
Juga, berarti tidak berserah diri kepada-Nya.
Dalam hal itu kita perhatikan
satu contoh mengenai perintah yang diterima Nabi Nuh As berserta para
pengikutnya. Mereka telah diperintah membuat bahtera (QS. 11 Hud :
37). Sedang dalam pada itu dilaksanakannya ditempat yang jauh dari tepi laut.
Pada waktu belum terjadi topan dan badai melanda bumi, maka bagi yang akalnya
tidak disertai keimanan akan kekuasaan Allah, tentu mengatakan bahwa perintah
serupa itu sebagai hal yang tidak dimengerti oleh akal. Sehingga mereka mencemoohkannya.
Apa yang diperbuat oleh Nabi Nuh beserta
pengikutnya, membikin kapal ditengah ejekan dari kebanyakan manusia, jelas
menandaskan bahwa perintah dari Allah SWT hanya dapat dipatuhi tidak atas dasar
pertimbangan akal yang tanpa keimanan. Hanya akal yang disertai keimanan akan
membuat analisa, bahwa semua perintah dari Allah adalah sudah dalam
kebijaksanaan-Nya. Dan dalam jaminan-Nya.
Sejenak merenung, bagaimanakah sikap kita
seandainya perintah serupa itu ditujukan kepada kita, membuat kapal ditengah
daratan seperti dulu itu, sedang kita belum tahu banjir akan melanda…..? Dari
itulah kita masih beruntung, sebab hanya diperintah dalam hal yang masih
terjangkau oleh akal pikiran. Yaitu melawan antek-antek pemerintah thagut yang
sama saja dengan kita butuh makan !
KESIMPULAN
Perintah dari Allah Tidak Bisa Dianalisa Dengan Akal
yang Tanpa Keimanan Kepada-Nya
Selama masih ada penjegalan terhadap hukum Islam;
selama itu pula menuju REVOLUSI ISLAM
“ Pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1
Pasal 1 Angka 14)”.
Dalam peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa, standar pendidikan
anak usia dini meliputi pendidikan formal dan non formal yang terdiri atas:
a.Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan.
b.Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
c.Standar Isi Proses dan Penilaian.
d.Standar Sarana dan Prasarana, Pengelolaan
dan Pembiayaan.
Selanjutnya dalam PP No. 17
tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, program
pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks
bermain yang dapat dikelompokan menjadi:
1.Bermain dalam rangka pembelajaran agama
dan akhlak mulia.
2.Bermain dalam rangka pembelajaran sosial
dan kepribadian.
3.Bermain dalam rangka pembelajaran
orientasi dan pengenalan teknologi.
4.Bermain dalam rangka pembelajaran
estetika.
5.Bermain dalam rangka pembelajaran jasmani,
olahraga dan kesehatan.
Pendidikan anak usia dini
merupakan ujung tombak keberhasilan perkembangan anak pada tahap pendidikan
selanjutnya. Carolly danJ. W. Lilienthal (Hidayat, 2007:4) menyebutkan tentang masa awal
perkembangan anak yang harus dijalani di Taman
Kanak-kanak yaitu: anak berkembang menjadi mandiri, belajar memberi, belajar
bergaul, mengembangkan, pengendalian diri, belajar bermacam-macam peran dalam
masyarakat, belajar mengenal tubuh masing-masing, mengembangkan keterampilan
motorik halus dan kasar, dll.
Kondisi masa awal perkembangan
anak usia dini seperti tersebut di atas tidak akan tercapai tanpa adanya peran
serta pendidik dalam mengelola konsep pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
anak baik kebutuhan fisik maupun jiwa anak.
Sebagaimana dalam Permendiknas
No. 58 Tahun 2009 Bab III menyatakan bahwa, “Pendidik anak usia dini adalah
profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta
melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik.
Peran serta para pendidik
dalam mengelola konsep pembelajaran pada pendidikan anak usia dini harus sesuai
dengan kaidah psikologi perkembangan yang dalam hal ini telah ditindaklanjuti
oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini termaktub dalam poin A tentang standarisasi yang
menyatakan bahwa:
“ Struktur program kegiatan PAUD
mencakup bidang pengembangan pembentukan prilaku dan bidang pengembangan kemampuan
dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan moral, (2)
fisik, (3) kognitif, (4) bahasa dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan
suatu aspek dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain, menggunakan
pendekatan tematik”.
Dari poin standar isi di atas sangatlah jelas bahwa proses pembelajaran
pada pendidikan anak usia dini idealnya dikemas sedemikian rupa dalam kegiatan
bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang di dalamnya terdapat
unsur-unsur pembelajaran nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa dan
sosial emosional.
Bermain merupakan aktivitas yang khas dalam dunia anak usia dini karena
dengan bermain anak merasa senang luar biasa. Kesenangan saat bermain akan
memberikan dorongan bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik
maupun psikisnya.
Roger Cosby. S. dan Janet. K. Sawyers (1995) sebagaimana dikutip Desmita
(2007;2) menyatakan bahwa: “Setiap anak ingin selalu bermain sebab dengan
bermain anak merasa rileks, senang dan tidak tertekan”.
Mengingat dunia anak adalah dunia bermain maka sudah seharusnya bagi para
pendidik perlu menguasai bagaimana caranya merancang dan menyusun materi
pembelajaran yang memenuhi aspek-aspek perkembangan anak melalui konsep
pembelajaran bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang mengacu
pada Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini
serta kaidah psikologi perkembangan.
Richard M. Lerner (1976) sebagaimana dikutif Desmita (2007;3) menyatakan
bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah
pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologi
sepanjang hidup, misalnya, mempelajari bagaimana proses berfikir pada anak-anak
usia satu, dua atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau
bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja
sampai dewasa”.
David G. Mayer (1996) sebagaimana dikutif oleh Desmita (2007;3)
menjelaskan bahwa: “Psikologi perkembangan sebagai: a
branch of psychology that studies phsical, cognitive and social change
throughout the life span”.
Desmita (2007;3) menjelaskan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah
cabang dari psikologi yang mempelajari secara ontogenetik, yaitu mempelajari
proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri
baik perubahan dalam struktur jasmani, prilaku maupun fungsi mental manusia
sepanjang rentang hidupnya (life span),
yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati”.
Dengan demikian,, psikologi perkembangan bertujuan untuk mempelajari
perkembangan fungsi-fungsi baik fisik maupun mental anak-anak terutama anak
usia dini dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya.
Dengan memperhatikan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa konsep bermain sambil belajar pada anak usia dini yang lebih
tepat adalah dengan cara mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.
58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini agar konsep yang kita
buat dapat merangsang dan mengembangkan berbagai potensi kecerdasan anak secara
maksimal.
Oleh karena dalam dunia pendidikan anak usia dini terutama di
daerah-daerah masih banyak para pendidik yang belum mampu mengoptimalkan konsep
pembelajaran dengan proses pembelajarannya terutama dalam mensiasati dan
merancang kegiatan bermain sambil belajar yang efektif sesuai dengan tema dan
metode pembelajaran yang dapat merangsang seluruh potensi kecerdasan anak
disebabkan kurangnya pemahaman akan prinsip-prinsip bermain dan pembelajaran
serta psikologi perkembangan dalam mendidik. Maka pelaksanaan bermain sambil belajar
pada dunia pendidikan anak usia dini tidak bisa terlepas dari psikologi
perkembangan. Jika pembelajaran anak usia dini tidak sesuai dengan prinsip
bermain sambil belajar dan psikologi perkembangan maka anak akan mengalami
tahap perkembangan yang kurang optimal yang berakibat pada ketidakmampuan anak
dalam mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki pada tahap pendidikan
selanjutnya.
Bimbingan yang diberikan pendidik pada masa keemasan anak (golden age) akan membekas, tertanam
sangat kuat pada diri anak, kemudian berkembang dengan pesat dikemudian hari
disertai siraman perhatian dan dedikasih orang
tua dan pendidik di usia dan tahap pendidikan selanjutnya sampai dewasa nanti.
Karena bagaimanapun, sikap dan prilaku anak tergantung apa yang dilihat, di
dengar dan di cerna pada waktu kecil, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”. (Depag RI, 1984:449).
Sejalan dengan ayat Al-Qur’an di atas Rasulullah Saw bersabda:
^“Belajar di waktu
kecil bagai mengukir di atas batu”. (HR. Baihaqi dan Tabrani).
Bagaimana caranya pendidik dapat memberi kesan yang tertanam dalam diri
anak dari setiap yang diajarkan melalui kegiatan yang bermakna yang sesuai
dengan jiwa anak dengan pendekatan psikologi perkembangan.
Di sinilah persoalan pokok yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih
dalam yang dituangkan ke dalam judul: Konsep Bermain Sambil Belajar Pada
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 (Menurut Kajian
Psikologi Perkembangan).
B.Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas,
maka dapat ditarik permasalahan pokok yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana
konsep bermain sambil belajar dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut
Kajian Psikologi Perkembangan secara terperinci permasalahannya sebagai
berikut:
1.Apakah makna psikologi perkembangan?
2.Bagaimana konsep bermain sambil belajar
pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009?
3.Bagaimana bermain sambil belajar pada
pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana konsep
bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58
Tahun 2009, ditinjau dari psikologi perkembangan, untuk rincinya tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.Untuk mengetahui makna psikologi
perkembangan.
2.Untuk mengetahui konsep bermain sambil
belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009.
3.Untuk menganalisis konsep bermain sambil belajar pada pendidikan
anak usia dini dalam
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan.
D.Kerangka Pemikiran
Psikologi perkembangan pada
prinsipnya merupakan cabang dari psikologi. Psikologi perkembangan terdiri dari
dua kata yaitu psikologi dan perkembangan. Psikologi dari bahasa Inggris yaitu “Psychology” istilah ini pada mulanya berasal dari bahasa Yunani “Psiche” yang berarti roh, jiwa atau daya hidup, dan “logis” yang berarti ilmu. Jadi secara
harfiah “Psychology” berarti ilmu jiwa. Desmita (2007;1).
Sedangkan perkembangan menurut
Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “Longterm Changes in a Persons Growth,
Feellings, Patterns of thinking, social relationships, and motor skills,
Desmita (2007;4).
Menurut Reni Akbar Hawadi
(2001) perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Desmita (2007;4).
Menurut F. J. Monks, dan
kawan-kawan (2001), Desmita
(2007;4), menyatakan bahwa:
“ Perkembangan menunjuk kepada suatu
proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali,
perkembangan menunjuk kepada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat
diputar kembali, perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses kekal dan
yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan pematangan dan belajar”.
Perkembangan menghasilkan
bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang
sederhana ke tahap yang lebih tinggi perkembangan itu bergerak secara
berangsur-angsur tapi pasti melalui suatu tahap ke tahap berikutnya.
Elfi Yuliani Rohmah (2009;9) menyatakan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah ilmu
yang membahas tingkah laku manusia yang sedang dalam tahap perkembangan mulai
konsepsi sampai tua dan selanjutnya, berdasarkan pertumbuhan kematangan,
belajar dan pengalaman”.
Psikologi perkembangan dapat
dikelompokkan menjadi psikologi khusus berbeda dari psikologi umum, yaitu
psikologi yang objek kajiannya adalah tingkah laku manusia dalam kondisi khusus
dalam hal ini psikologi anak yaitu psikologi yang membahas tingkah laku manusia
pada periode kanak-kanak. Elfi Yuliani Rohmah (2009;9).
Dengan demikian, psikologi
perkembangan bertujuan untuk mempelajari dan meneliti tingkah laku anak
berdasarkan pertumbuhan, kematangan, belajar dan pengalaman guna terbentuknya
kepribadian yang baik dan ketahanan mental pada masa selanjutnya.
Ruang lingkup psikologi
perkembangan banyak memberikan sumbangan dalam memecahkan persoalan-persoalan
dalam dunia anak usia dini dalam hal yang berkaitan dengan perubahan prilaku
dan jiwa anak khususnya pendidik dalam merancang program pembelajaran yang
memadai yang di dalamnya mengintegrasikan konsep kegiatan bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain.
Agus Suyanto (1996;51) menyatakan bahwa:“Psikologi
perkembangan secara khusus mempelajari tingkah laku anak mulai lahir sampai 6
tahun”.
Mengenai tujuan psikologi
perkembangan, Mussen, Conger dan Kagan (1996) sebagaimana dikutif Desmita (2007;10) menyatakan bahwa tujuan psikologi
perkembangan meliputi:
1.Memberikan, mengukur, dan menerangkan
perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai
dengan tingkat umur yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam lingkungan sosial
budaya manusia.
2.Mempelajari perbedaan-perbedaan yang
bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu.
3.Mempelajari tingkah laku anak pada
lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda.
4.Mempelajari penyimpangan dari tingkah laku
yang dialami dari seseorang, seperti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan
dalam fungsionalitas intelektual dan lain-lain.
Menurut Elizabeth Hurlock (1980) masih dikutif
Desmita (2007;10) menyatakan bahwa tujuan psikologi perkembangan dewasa ini yaitu:
1.Menemukan perubahan-perubahan apakah yang
terjadi pada usia yang umum dan yang khas dalam penampilan, prilaku, minat, dan
tujuan dari masing-masing periode perkembangan.
2.Menemukan kapan perubahan-perubahan itu terjadi.
3.Menemukan sebab-sebabnya.
4.Menentukan bagaimana perubahan itu mempengaruhi
prilaku.
5.Menentukan dapat atau tidaknya perubahan-perubahan itu
diramalkan.
6.Menentukan apakah perubahan itu bersifat individual
atau universal.
Mengenai manfaat psikologi
perkembangan, Seifert dan Hoffnung sebagaimana dikutif Desmita (2007;11) menyatakan bahwa pengetahuan tentang psikologi
perkembangan bermanfaat bagi kita dalam empat hal, yaitu:
1.Agar
dapat memberikan respon yang tepat terhadap prilaku anak. psikologi perkembangan dapat membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berfikir,
perasaan dan tingkah laku anak.
2.Membantu
kita mengenal kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai.
3.Membantu
kita memahami diri sendiri dan memberikan wawasan serta pemahaman tentang
sejarah hidup kita sendiri sejak tumbuh kembang kita hingga dewasa.
Sementara itu Elizabeth B.
Hurlock (1980) masih sebagaimana dikutif Desmita (2007;10) menyatakan tentang manfaat atau kegunaan
mempelajari psikologi perkembangan yaitu:
1.Membantu kita mengetahui apa yang
diharapkan dari anak dan kapan yang diharapkan itu muncul
2.Dengan mengetahui apa yang diharapkan dari
anak, ini memungkinkan kita untuk menyusun pedoman dalam bentuk skala tinggi berat, skala usia mental
dan skala perkembangan sosial atau emosional.
3.Memungkinkan para orang tua dan guru
memberikan bimbingan belajar yang tepat pada anak.
4.Dengan mengetahui pola normal perkembangan
memungkinkan para orang tua dan guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak
menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan prilakunya.
Dengan demikian, psikologi
perkembangan mempunyai tujuan dan manfaat yang sangat besar dalam dunia
pendidikan anak usia dini terutama
pendidik, sehingga dapat membantu memberikan respon dan tindak lanjut yang
tepat dalam mendidik sesuai dengan pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan
anak.
Lebih dari itu pengetahuan
psikologi perkembangan dapat menimbulkan kesadaran terhadap diri sendiri
sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik (Desmita, 2007;12).
Di samping mempunyai tujuan
dan manfaat, psikologi perkembangan juga mempunyai sejarah tersendiri. Dalam
perjalanannya psikologi perkembangan telah melewati sejarah yang cukup panjang.
Menurut Desmita (2007;13) menyatakan bahwa sejarah psikologi
perkembangan terbagi atas 3 periode yaitu:
1.Minat awal mempelajari psikologi
perkembangan.
2.Masa dasar-dasar pembentukan psikologi
perkembangan secara ilmiah.
3.Masa munculnya studi psikologi
perkembangan modern.
Adapun para
tokoh yang berperan penting dalam dunia psikologi perkembangan dari berbagai
periode tersebut di atas adalah:
1.Plato
2.Aristoteles
3.Johan Amos Comenius
4.Jean Jacques Rousseau
5.Johan Heinrich Pestalozzi
6.Friedrich Frobel
7.Dietrich Tiedeman
8.Wilhelm Preyer
9.Charles Darwin
10.Wilhelm Wundt
11.Stanley Hall
12.J.B. Watson
13.Sigmund Freud
14.Clara dan William Stern
15.Jean Piaget
16.Prof. Kohn Stamm
17.Prof. Langeveld
18.Dr. Decroly dan Dr. Schuyten
19.Maria Montessory
Sedangkan metode yang
digunakan dalam psikologi perkembangan adalah metode ilmiah yang sangat
spesifik yakni mempelajari fakta dari tingkah laku, anak yang sedang dalam
proses berkembang.
Menurut Desmita (2007;65-68) menyatakan bahwa metode spesifik yang
digunakan dalam psikologi perkembangan di antaranya:
1.Metode Observasi
2.Metode Eksperman
3.Metode Klinis
4.Metode Tes
Dilihat dari tujuan dan
manfaatnya psikologi perkembangan memiliki ruang lingkup yang esensial dan amat
berarti bagi tumbuh kembang anak.
Kalaulah bermain sambil belajar mempunyai arti dan fungsi perkembangan
anak, maka seorang pendidik harus
memahami karakteristik anak usia
dini, agar keberhasilan proses pembelajaran pada anak usia dini dengan pendekatan psikologi perkembangan
dapat tercapai seefektif mungkin.
Sugeng Santosa (2002;3) menyatakan bahwa karakteristik anak usia dini
antara lain:
1.Jujur,
2.Ingin tahu,
3.Ingin mencontoh,
4.Ingin mencoba,
5.Mengulang-ulang,
6.Merusak,
7.Suka bermain,
8.Suka bergerak,
9.Ingin yang baru,
10.Selalu gembira,
11.Jarang melamun,
12.Mudah diatur.
Menumbuh kembangkan berbagai
kecerdasan anak ditinjau dari
sisi psikologi perkembangan dapat terlihat dari konsep bermain sambil belajar yang diterapkan dan indikatornya jelas tertera dalam
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini
sebagai acuan bagi perencanaan pengelolaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran
yang baik dan sistematis demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional yaitu:
“ Mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
bertanggung jawab”.
Selanjutnya
tentang bermain sambil belajar terdapat banyak definisi dari para ahli di antaranya:
F.J.
Monks dan kawan-kawan yang dikutif oleh Huizinga dan dikutif lagi oleh Adiyatman
Prabowo (2002;4) menyatakan
bahwa:
“ Bermain merupakan tindakan
sukarela yang dilakukan dalam batas tempat dan waktu berdasarkan aturan yang
mengikat tapi dialami secara sukarela dengan tujuan yang ada dalam dirinya
sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang dengan pengertian bahwa
bermain merupakan sesuatu yang lain dari pada kehidupan biasa”.
Selanjutnya
Anggani Sudono (1995;1) menyatakan
bahwa:
“ Bermain adalah sesuatu kegiatan
yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan
pengertian atau memberikan informasi, memberi kenangan maupun mengembangkan
imajinasi pada anak”.
Elizabeth B. Hurlock (1981)
menyatakan
bahwa:“Bermain adalah
kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan”. (Desmita, 2007;10)
Karl
Groos (1991) menyatakan bahwa:“Bermain sebagai cara alami tubuh manusia untuk mempersiapkan dirinya
sendiri menghadapi berbagai tugas dalam masa kehidupan dewasanya”.
Dari
beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
kegiatan yang dilakukan oleh anak atau sekelompok anak untuk mencari
kesenangan, secara spontan, sukarela dengan dibatasi aturan waktu dan tempat
bermain baik menggunakan alat maupun
tanpa alat yang berguna untuk mempersiapkan diri anak dalam menghadapi berbagai
tugas dalam kehidupan dewasanya.
Hal
yang tak bisa dipungkiri adalah bahwa bermain merupakan bagian utama dari
kehidupan anak, bermain bagi anak bagaikan
bekerja pada orang dewasa. Bermain
merupakan peluang bagi anak untuk melakukan berbagai hal. Situasi itulah yang
membuat anak belajar. Dengan demikian, bermain merupakan cara anak belajar.
Belajar tentang apa saja.
Belajar tentang objek, kejadian, situasi dan konsep (misalnya halus, kasar,
dll). Mereka juga berlatih koordinasi berbagai otot gerak misalnya otot jari, berlatih mencari sebab akibat dan memecahkan
masalah. Selain itu, melalui bermain anak berlatih mengekspresikan berbagai hal dan situasi.
Pemerintah
kita dalam hal ini kementerian pendidikan nasional secara tegas telah menetapkan bermain sebagai alat belajar utama bagi
anak. Dalam kebijakannya disebutkan secara jelas bahwa:
“ Bermain adalah sifat yang melekat
langsung pada kodrat anak, jika ada anak yang tidak mau bermain, itu
menunjukkan adanya suatu kelainan dalam diri anak tersebut. Mengabaikan kenyataan
ini, apalagi mengingkari, jelas bertentangan dengan kebutuhan perkembangan jiwa
anak”. (Depdikbud, 1994/1995).
Jadi
jelaslah bahwa bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran
pada pendidikan anak usia dini baik yang formal seperti Taman Kanak-kanak dan
Raudhatul Athfal ataupun non formal seperti Taman Penitipan Anak, kelompok
bermain dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Kegiatan pembelajaran yang disuguhkan oleh pendidik hendaknya
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, dan teknik tertentu serta rancangan yang apik dan kemasan yang menarik.
Selanjutnya
Aam Kurnia (2009;125) menyatakan:
“ Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan
lingkungannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna (bermanfaat bagi anak),
ketika bermain anak membangun pengertian dengan pengalamannya”.
Berkaitan
dengan perkembangan anak, bermain bisa berkontribusi positif terhadap hampir
segenap aspek perkembangan, baik
perilaku maupun kemampuan dasar seperti fisik motorik, kognitif, bahasa dan
sosial emosional.
M.
Sholehudin (1996;92) menyatakan:“Bermain memiliki fungsi
atau manfaat bagi aspek psikis dan fisik anak”.
Adapun
manfaat bermain bagi anak menurut
M. Sholehudin (1996;90) secara lebih jelas diantaranya:
1.Meningkatkan pengetahuan.
2.Menghilangkan rasa bosan.
3.Meningkatkan kretivitas anak.
4.Mengendalikan emosi.
5.Membangun hubungan sosial.
6.Belajar bekerjasama.
7.Meningkatkan kosa kata.
8.Mengembangkan kepuasan ego anak.
Roger, Cosbi. S dan Janet K. Sawyers (1995) (Desmita, 2007;12)
berpendapat bahwa anak rajin selalu bermain, sebab dengan bermain anak merasa
tenang, rileks, senang dan tidak tertekan. Adapun manfaat bermain menurut
mereka yang dapat dirasakan anak di antaranya adalah:
1.Nilai fisik.
2.Nilai pendidikan dan pengajaran.
3.Nilai kreativitas.
4.Nilai sosialisasi.
5.Nilai kecerdasan emosi.
6.Nilai bahasa.
7.Nilai moral.
8.Nilai terapi.
Sedangkan karakteristik permainan menurut para tokoh di antaranya seperti
pendapat Elizabeth B. Hurlock (1980) (Desmita, 2007;10) yang menyatakan:
1.Bermain dipengaruhi tradisi.
2.Bermain mengikuti pola perkembangan anak.
3.Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya
usia.
4.Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia.
5.Permainan masa kanak-kanak berubah dari dan tidak
formal menjadi formal.
6.Bermain secara fisik kurang akftif dengan bertambahnya
usia.
7.Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak.
8.Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak.
Sementara itu Aam Kurnia (2009) menyatakan bahwa karakteristik bermain di
antaranya:
1.Simbolik
2.Bermakna
3.Aktif
4.Menyenangkan
5.Sukarela
6.Ada
aturan
7.Episodik
Di samping itu Mildred Parten (Suryani dan Novi Siregar, 2005) menyatakan
bahwa jenis-jenis permainan yang merangsang tahap perkembangan bermain anak di
antaranya:
1.Unoccopied play (permainan unnoccopied)
2.Solitary play (permainan solitary)
3.On looker play (permainan on looker play)
4.Parallel play (permainan parallel)
5.Assocative play (permainan assotiative)
6.Cooperative play (permainan cooperative)
Selanjutnya Mayke Teja Saputra (1995) dalam bukunya bermain dan permainan
menyatakan bahwa:
“ Belajar dengan bermain memberi
kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri,
bereksplorasi, mempraktekkan, mendapatkan bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terkira banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran
terjadi. Mereka mengambil keputusan, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan
pendapat dan memecahkan masalah, mengerjakan tuntas, bekerjasama dengan teman
dan mengalami berbagai macam perasaan”.
Begitu
banyaknya makna dan manfaat bermain bagi anak usia dini sehingga perlu bagi
para pendidik untuk mengetahuinya secara mendalam agar dalam menyusun rencana
atau konsep kegiatan pembelajaran tidak keluar dari prinsip bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan tumbuh kembang anak.
Adapun prinsip-prinsip
pembelajaran bermain sambil belajar pada anak usia dini menurut Aam Kurnia
(2009;139) di antaranya:
1.Berinteraksi
pada kebutuhan anak
2.Belajar
melalui bermain
3.Pendekatan
kreatif dan inovatif
4.Lingkungan
yang kondusif
5.Menggunakan
pembelajaran terpadu
6.Mengembangkan
berbagai percakapan hidup
7.Menggunakan
berbagai media edukatif dan sumber belajar
8.Dilaksanakan
secara bertahap dan berulang
9.Pembelajaran
yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak.
Jane
M. Hearly (1994) seperti dikutif Anggani Sudono (1995;4) menyatakan:
“ Jaringan serabut syaraf akan
terbentuk apabila ada kegiatan mental yang aktif dari anak. Setiap respons
terhadap penglihatan, bunyi, perasaan, bau dan pengecapan akan memperlancar
hubungan-hubungan antar neuron (pusat syaraf)”.
Kualitas
otak anak tergantung pada pengembangan minat, keterlibatan aktif anak dan
rangsangan yang beragam. Terbentuknya jaringan syaraf tergantung pada minat dan
usaha keras anak. Penggunaan seluruh panca indra, penglihatan, suara, rasa, pengecap, dan penciuman mempercepat
hubungan-hubungan yang ada diantara simpul syaraf. Lingkungan rumah, dan sekolah merupakan bahan
terpenting dalam pembentukan jaringan tersebut. Dalam keadaan menyenangkan,
jalur hubungan sel otak akan tumbuh dengan pesat. Karena itu masa bermain
adalah masa yang paling menguntungkan bagi anak. Dengan bermain anak dapat
mengeksplorasi seluruh aspek tersebut di atas, dan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya diperlukan penerapan
metode dan model pembelajaran yang sejalan dengan standar pendidikan anak usia
dini yaitu metode integratif dan model pembelajaran berdasarkan sentra.
Untuk
menunjang kegiatan bermain sambil belajar yang optimal dan sesuai dengan
perkembangan jiwa anak dibutuhkan sarana dan alat permainan serta
penggunaan sumber belajar yang tepat,
aman, dan multifungsi. Rangsangan menyenangkan membuat anak mampu memahami konsep-konsep dan pengertian
secara alamiah serta membantu anak mengembangkan kecerdasannya.
Hughes
(1995) sebagaimana dikutif Anggani Sudono (1995;65) menyatakan:“Kegiatan di
sekolah dan usaha yang dilakukan guru sangat berpengaruh ketika anak bermain,
karena di dukung oleh suasana yang menyenangkan”.
Partisipasi
aktif orang dewasa dalam hal ini orang tua dan pendidik yang menjalankan
fungsinya dengan baik akan berpengaruh sangat besar terhadap kemajuan
perkembangan berbagai kecerdasan anak.
Adapun
kecerdasan yang dapat dikembangkan dari kegiatan bermain sambil belajar pada
anak usia dini, yaitu yang biasa disebut kecerdasan jamak di antaranya:
1.Kecerdasan bahasa.
2.Kecerdasan logika matematika.
3.Kecerdasan intrapersonal.
4.Kecerdasan interpersonal.
5.Kecerdasan kinestetik.
6.Kecerdasan musikal.
7.Kecerdasan visual spasial.
8.Kecerdasan naturalis.
9.Kecerdasan eksistensial atau spiritual.
Kegiatan bermain sambil belajar
pada pendidikan anak usia dini di samping mengembangkan berbagai kecerdasan
anak juga memiliki 3 landasan sebagaimana pendapat Aam Kurnia (2009) bahwa: “Penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini haruslah didasarkan pada berbagai landasan yaitu
landasan yuridis, landasan filosofis dan
religius serta landasan keilmuan baik teoritis maupun empiris”.
Sebagaimana
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 menyatakan
bahwa:
“ Pendidikan anak usia dini adalah
suatu pembimbingan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 menyatakan bahwa:
“ Standar tingkat pencapaian
perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan
aktualitasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak
pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat pencapaian
kecakapan akademik. Standar pendidik (guru, guru pendamping dan pengasuh), dan
tenaga kependidikan memuat kualitatif dan kompetensi yang dipersyaratkan.
Standar isi, proses dan penilaian meliputi tertintegrasi / terpadu sesuai
dengan kebutuhan anak. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan
mengatur persyaratan fasilitas, manajemen, dan pembiayaan agar dapat
menyelenggarakan pendidikan anak usia dini dengan baik”.
Dengan demikian, pembinaan dan pemberian rangsangan pada anak usia dini
sangatlah penting terutama dalam membantu menumbuhkembangkan berbagai
kecerdasan dan mempersiapkan anak memasuki pendidikan yang akan datang, yang
salah satunya dengan membuat konsep bermain sambil belajar yang tersusun
sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan anak dan tidak keluar dari peraturan
serta kurikulum yang berlaku.
Untuk lancarnya kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini
dengan menerapkan konsep bermain sambil belajar yang menyenangkan bagi anak,
maka diperlukan kesinambungan antara pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pendidikan Nasional yang mengeluarkan peraturan tentang standar pendidikan anak
usia dini, dan kinerja pendidik sebagai yang membuat dan merancang konsep
pembelajaran tentunya yang memiliki kualifikasi akademik yang memadai dan
memahami psikologi perkembangan. Maksudnya kompetensi paedagogik para pendidik
sangat menentukan terhadap kemajuan proses pendidikan di Indonesia
khususnya dunia pendidikan anak usia dini sehingga pendidikan anak usia dini di
negara kita betul-betul di tangani oleh ahli dibidangnya mulai dari membuat
rancangan kegiatan pembelajaran dalam hal ini konsep bermain yang sesuai dengan
tumbuh kembang anak, proses pembelajaran, penguasaan kelas, penggunaan metode
dan evaluasinya.
Untuk lancarnya kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini
diperlukan suatu landasan dan dasar yang kuat, karena dengan demikian maka
tujuan pendidikan anak usia dini akan terlaksana dan anak memiliki kekuatan,
keteguhan dan tidak mudah di pengaruhi oleh pihak luar.
Konsep pembelajaran anak usia dini berdasarkan pada nilai-nilai
pendidikan nasional yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1990 tentang
batas usia pendidikan anak usia dini pasal 4 menyatakan anak didik taman
kanak-kanak adalah anak usia 4-6 tahun.
Mengingat pentingnya pelaksanaan pendidikan yang berkesinambungan yang
sesuai dengan kondisi dan karakter budaya masyarakat kita, maka pemerintah
Republik Indonesia khususnya Kementerian Pendidikan Nasional mengeluarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai pedoman bagi para pendidik untuk melaksanakan
tugasnya kegiatan pembelajaran yang kondusif demi terwujudnya tujuan pendidikan
nasional.
Secara skematis kerangka pemikiran tersebut dapat diggambarkan sebagai
berikut:
E.Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi pustaka dengan prosedur
penyajian dan penganalisaan data deskriptif, yang bersumber pada kajian para
ahli psikologi perkembangan dan beberapa sumber disiplin ilmu yang berhubungan.
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.Melakukan studi pendahuluan dengan menggunakan studi
pustaka dengan prosedur penyajian dan penganalisaan data deskriptif, yang
bersumber pada kajian psikologi perkembangan yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti.
2.Perumusan masalah yakni penyajian / menyusun masalah
yang diteliti yaitu:
a.Apa makna psikologi perkembangan?
b.Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan
anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009?
c.Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan
anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi
Perkembangan?
3.Menentukan metode penelitian yang digunakan yaitu
metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah suatu metode untuk menganalisis
sesuatu dari aspek kepustakaan?
4.Menentukan sumber data primer maupun sumber data sekunder.
Sumber data primer yaitu sumber-sumber pokok yang diambil dari buku
mengembangkan multiple intelligences dan aplikasinya melalui pembelajaran dan
permainan di Taman Kanak-kanak karya Lilis Suryani dan Novi Marlina Siregar,
Buku Permendiknas No. 58 Tahun 2009, pengembangan pendidikan anak usia dini Karya
Aam Kurni dan Buku Psikologi perkembangan karya Agus Suyanto. Sedangkan sumber
data sekunder yaitu sumber data kedua atau penunjang yang diambil dari buku
psikologi, buku bermain dan belajar, alat permainan dan sumber belajar TK dan
buku-buku lain yang sesuai dengan bidang garapan.
5.Menentukan jenis data yang diperlukan tentang konsep
bermain sambil belajar pada anak usia dini.
Mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut:
a.Mengumpulkan buku-buku, karya ilmiah, majalah handout
dan buku-buku lain yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
b.Mempelajari dan mengkaji data-data terutama dari data
primernya.
c.Merumuskan data-data yang dipelajari.
d.Menuangkan resume tersebut dalam bentuk tulisan.
6.Menganalisa data dengan menggunakan pendekatan secara
induktif, deduktif dan komparatif. (Enden Salimah, Skripsi STAI Al-Musdariyah:
2009).
a.Induktif : Berasal dari kaidah-kaidah yang bersifat
khusus kemudian dihubungkan dengan konsep umum yang mendapat suatu kesimpulan.
b.Deduktif : Dengan menggunakan suatu kaidah yang bersifat
umum kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus.
c.Komparatif : Usaha membandingkan beberapa keterangan yang
diperoleh untuk mendapatkan penjelasan yang dapat dijadikan bahan penelitian.
7.Menyimpulkan pokok-pokok kajian sebagai intisari dari
pembahasan dan penelitian tersebut.