Jumat, 13 Juli 2012


Kekalahan Fisik Bagi yang Beriman Merupakan Peluang untuk Mati Syahid

 Setelah menyadari “sekedar menjalankan tugas”, kita renungkan mengenai tugas yang telah diberikan kepada Nabi Saw beserta umatnya yang mana jumlahnya masih beberapa belas orang.
 Dalam Al-Qur’an maupun hadist tidak didapat keterangan harus menang. Yang ada hanyalah perintah menyusun kekuatan setinggi batas kemampuan (QS. 8 : 60). Perintah menyusun kekuatan tetap berlaku walau dimulai dengan beberapa orang. Sebab, bilamana telah konsisten terhadap perintah tersebut itu, maka tentu tidak terpaku oleh persoalan hidup atau mati. Disitulah letak tawakkal. Berbuat, kemudian berserah diri kepada Allah SWT.
Belum terpisah dari uraian itu, kita lihat petikan ayat yang bunyinya :

… وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ

“…..dan masa-masa kemenangan itu Kami pergilirkan di antara manusia, supaya jelas diketahui oleh Allah, orang-orang yang beriman itu, dan dijadikan-Nya sebagian di antara kamu mati syahid…” (Qs. Ali Imron : 140).
 Ayat di atas itu diturunkan setelah terjadinya perang Uhud. Pihak muslimin telah mengalami kemenangan fisik pada “Perang Badar”. Kemudian menemui kekalahan dalam “Perang Uhud”. Maka, dengan kekalahan itu diperingatkan jangan berkecil hati. Sebab, bahwa kekalahan pun kemenangan, pada hakekatnya adalah dipergilirkan Allah. Yang mana dari kekalahan itu dapat dijadikan pelajaran guna mengoreksi di mana letaknya kelemahan. Juga, supaya sebagian mu’min didapat yang mati syahid. Dan tersedia pula generasi penerusnya, kesempatan melanjutkan perjuangan.
 Menyadari bahwa adanya kekalahan itu sebagai penguji keimanan, sehingga bila bagi yang tujuannya semata-mata meraih kemenangan fisik, maka akan diketahui oleh Allah. Dalam hati sanubarinya merasa kapok dan menyesali dirinya terlibat dalam arena perjuangan.
 Berbeda lagi dengan kita bahwa kekalahan secara fisik itu dapat dijadikan kesimpulan; Yaitu bahwa adanya kemenangan atau kejayaan bagi pihak pancasilais pada zamannya  pun bukanlah disebabkan tentaranya berani mati. Justru sebagian mereka menjadi serdadu itu, karena andalan gaji guna menunjang hidup. Juga, bukan konsepsi mereka lebih jitu dari pada Islam.
Dan bukan pula karena kesaktiannya pancasila, yang membuat diri musyrik bila mempercayainya. Akan tetapi, memang bahwa masa-masa kejayaan dan kekalahan itu sedang dipergilirkan Allah, agar banyak diantara mujahid Islam yang mati syahid. Dan terbuka peluang bagi pelanjutnya dalam menghadapi ujian guna menjunjung “Kalimat-Kalimat Allah”.
                                                                        

AKTUALISASI ESTAPETA KEPEMIMPINAN NII YANG INKONSTITUSIONAL



Ø  INKONSTITUSIONAL
1.      Kronologi tertawannya Imam :
a.       Pada bulan Mei 1961 telah menyerah 3 orang penglima :
1.      H. Zainal Abidin
2.      Ateng Zaelani Setiawan
3.      Danu Muhammad Hasan
b.      Pada tanggal 28 Mei 1962 menyerah Adah Zaelani Tirtapraja                                                                                           (Panglima divisi Kandang Wesi dan AKT)
2.   Imam tertawan pada tanggal 4 Juni 1962
3.  Tanggal 1 Agustus 1962 terjadi ikrar bersama antara 32 ex DII/TII dengan  pemerintah RI.
4.      Tanggal 17 Agustus 1962 Imam Di eksekusi mati
5.      Kepemimpinan NII dilanjutkan oleh Abdul Qohar Muzakkar salah seorang KPWB di Sulawesi sampai tahun 1965 (tanggal 10 Dzulhidjah 1381 H / 14 Mei 1962 Memproklamasikan Republik Persatuan Islam Indonesia / RPII dan membatalkan Proklamasi RI serta NII)
6.      Kepemimpinan dilanjutkan oleh Agus Abdullah KPWB I kemudian wafat tahun 1973 (salah seorang penandatanganan ikrar bersama pada tanggal 1 Agustus 1962) Tahun 1973 diadakan syuro dirumah Danu Muhammad Hasan dan diangkat Daud Beureuh sebagai Imam sampai tahun 1978 (tanggal 21 September 1953 bergabung dengan DI, 21 September 1955 membentuk negara bagian Aceh / RIA, 8 Februari 1960 bergabung dengan RPI Pimpinan Syarifuddin Prawiranegara dan tanggal 15 agustus 1961 memproklamasikan Republik Islam Aceh / RIA)
7.      Tahun 1978 diadakan syuro di MAHONI tentang program masa datang dan ditunjuklah Adah Zaelani sebagai Imam
8.      Tanggal 1 Juli 1979 diadakan musyawarah penetapan system direksi/kordinator, Adah Zaelani ditunjuk sebagai Direktur Utama dan Tahmid Rahmat Basuki sebagai KSU
9.      Tahun 1981 semua jajaran tertangkap karena kasus Komando Jihad  (KOMJI)
10.  Tahun 1987 terjadi syuro di lampung diangkat dan di deklarasikan Ajengan Masduki sebagai Imam dan Abdullah Sungkar wakil Imam (Ajengan Masduki adalah veteran gunung cupu, tahun 1962 ia sebagai wakil residen priangan timur, dan pada musyawarah 1 Juli 1975 Ajengan Masduki menjabat sebagai wakil dewan fatwa yang dipimpin oleh Abu Suja)
11.  Bulan Februari 1996 Adah Zaelani keluar dari dalam penjara dan kemudian tanggal 3 Mei 1996 mengangkat Abu Toto/ASPG sebagai Imam pengganti dirinya dan secara sepihak tanpa syuro membatalkan hasil syuro tanggal 1 Juli 1979. (ASPG adalah mantan panglima wilayah 9 setelah H.Rais masuk penjaran)
12.  Tanggal 19 Oktober 1996 secara sepihak ASPG membatalkan exponen lama (panitia A1 dan A2), lalu mengumumkan Majelis Syuro versinya
13.  Tanggal 25 Januari 1997 panitia A1 dan A2 mengumumkan uzurnya Adah Zaelani sebagai Dirut Dan menyatakan BARO’ dengan ASPG
14.  Pada tanggal 5 Desember 1998 panitia A1 dan A2 dengan basis 3 wilayah besar mengadakan musyawarah di CISARUA. Dan mengangkat dan mengukuhkan Tahmid Rahmat Basuki sebagai Direktur Utama / Konpus (Tahmid adalah mantan pasukan Bantala Seta, pengawal imam)


PENJELASAN DAN TINJAUAN ESTAPETA
KEPEMIMPINAN NII YANG INKONSTITUSIONAL

Adapun alasan pembatalan Estafeta Kepemimpinan yang dipangku mulai dari Abdul Qohar Muzakkar sampai Tahmid Rahmat Basuki dan Toto Abdus Salam (Syeh Panji Gumilang) adalah disebabkan ketidak konstitusionalannya (diangkat berdasarkan apa?, diangkat oleh siapa?, pada saat diangkat jabatannya apa?) dan tidak memenuhi 4 parameter yang ada,antara lain sebagai berikut :
15.  Abdul Qohar Muzakkar pada saat diangkat beliau bukan lagi seorang KPWB (Panglima yang kedudukannya dianggap setaraf dengan AKT) karena pada tanggal 10 Dzulhijjah 1381 H bertepatan 14 Mei 1962 M telah memisahkan diri dari NII dengan memproklamasikan Republik Persatuan Islam Indonesia(RPII). Beliau menyatakan sebagai Imam RPII.
16.  Agus Abdullah kedudukan awalnya sebagai KPWB 1 sebagaimana termaktub dalam MKT No.11 1959 beliau berhak diangkat menjadi Imam tetapi pada tanggal 1 Agustus 1962 beliau telah menandatangani ikrar bersama kepada pemerintah penjajah RI dan menyatakan setia kembali kepada pancasila maka kedudukannya sebagai KPWB dan pengangkatan beliau menjadi Imam adalah BATAL.
17.  Daud Beureuh pada saat diangkat menjadi Imam bukan lagi menjabat sebagai KPWB karena pada tanggal 21 September 1953 beliau bergabung dengan DI,kemudian pada tanggal yang sama di Th 1955 beliau membentuk Negara bagian Aceh (RIA) yang diproklamirkan pada tanggal 15 Agustus 1961 dan sebelum beliau memproklamirkan Republik Islam Aceh (RIA)  pada tanggal 8 Februari 1960 beliau bergabung dengan RPI yang dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara. Maka kedudukannya sebagai KPWB dan pengangkatan beliau menjadi Imam BATAL.
18.  Adah Zaelani yang kedudukan awalnya sebagai AKT  sebagaimana termaktub dalam MKT No.11 1959 beliau berhak diangkat menjadi Imam tetapi kedudukan beliau sebagai AKT dan pengangkatannya sebagai Imam BATAL karena pada tanggal 28 Mei 1962 beliau menyerah dan menandatangani ikrar bersama kepada pemerintahan penjajah RI dan menyatakan setia kembali kepada pancasila kemudian  pada tanggal 1 Juli 1979 dalam musyawarah penetapan system Direksi / koordinator beliau diangkat sebagai Direktur Utama dan Tahmid Rahmat basuki sebagai KSU. Semua jajarannya tertangkap pada Th.1981 karena kasus Komando Jihad.
19.  Pengangkatan Ajengan Masduki sebagai Imam BATAL karena tidak sesuai dengan isi MKT No.11 1959 yaitu syarat pengganti Imam harus diambil dari KUKT/AKT/KSU/KPWB sedangkan Ajengan Masduki tidak menjabat salah satu dari ketentuan tersebut maka beliau tidak dapat diangkat sebagai pengganti Imam.
20.  Pengangkatan Abu Toto(ASPG) sebagai Imam BATAL karena tidak sesuai dengan isi MKT No.11 1959 yang kedudukan awalnya ASPG tidak menjabat  sebagai KUKT/AKT/KSU/KPWB apalagi yang mengangkat beliau menjadi Imam adalah Adah Zaelani yang sudah jelas ketidak absahannya sebagai Imam.
21.  Pengangkatan Tahmid Rahmat Basuki sebagai Imam BATAL karena tidak sesuai dengan isi MKT No.11 1959 yang kedudukan awalnya adalah Pasukan Bantala Seta/Pengawal Imam Bukan sebagai KUKT/AKT/KSU/KPWB.

Apabila komitmen kepada suatu kepemimpinan dengan rujukan karena sebagai golongan yang lebih banyak pengikutnya, sungguh bertentangan dengan prinsip tauhid. Di akhirat golongan yang banyak tidak menjadi jaminan keselamatan menghadapi Hisab Allah SWT. Semua rujukan yang diperselisihkan akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Apakah benar-benar karena keyakinan berdasarkan Sunnah Rosululloh SAW serta Sunnah Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyiin juga ilmu perundang-undangan NII, atau hanya berdasarkan golongan atau hal-hal lain yang diluar lillahi ta’aala, semuanya diketahui Allah SWT. Di dunia ini kita bisa saja berbohong, mencla-mencle, berliku-liku atau memanipulasi perkataan yang sudah dikeluarkan mulutnya sendiri, karena di dunia ini banyak kesempatan bagi syaithan menggoda kita. Tetapi kelak di akhirat syaithan itu melepaskan diri. Maka kita harus benar-benar memahami dan mengerti sebelum mengambil suatu langkah.

II.    PENJELASAN DAN ALASAN ATAS ESTAPETA KONSTITUSIONAL
Alasan keabsahan Estafeta Kepemimpinan yang dipangku mulai dari AFW dan MYT sesuai dengan legalitas pengangkatan Imam dalam NII poin 2 yaitu tergantung situasi dan kondisi yang sesuai dengan MKT No.11 Th.1959 kemudian telah terpenuhinya syarat konstitusional yaitu diangkat berdasarkan apa? Diangkat oleh siapa? Pada saat diangkat jabatannya apa? Dan telah terpenuhi pula 4 parmeter yang ada. Antara lain sebagai berikut:

1.      AFW yang menjabat sebagai KUKT dan menjadi satu-satunya jajaran yang termasuk dalam MKT No.11 Th.1959 yang masih ada, yang secara otomatis berkewajiban menggantikan posisi Imam.
2.      MYT yang menjabat sebagai leader dalam tim 12 telah ditunjuk langsung Oleh AFW yang menurut MKT No.11 memiliki Purbawisesa penuh.

Mujahidin yang benar-benar bertujuan memperoleh ridla Allah maka tidak perduli siapapun orangnya sebagai Imam apabila pengangkatannya sudah sesuai dengan realisasi MKT No.11 Th.1959, karena berpegang kepada sabda Nabi SAW:

“Dengarlah dan taatilah walapun yang diangkat sebagai pimpinanmu ialah seorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis.”

Hadist diatas jelas sekali menjelaskan bahwa kepemimpinan yang sah dalam Islam yakni yang memiliki nilai legalitas, diangkat sesuai dengan perundang –undangan. Artinya, didalam Islam keimaman tidak berdasarkan figuritas sebab apabila figuritas tentu tidak perlu ada ungkapan kata budak Habsy.

Artikel Islam


Akal yang Disertai Keimanan Menyadari Hakekatnya Kemenangan

Suatu kemenangan dalam Islam pada hakekatnya bukanlah kemenangan dalam arti fisik semata, melainkan yaitu adanya kesuksesan menghadapi ujian dalam rangka mematuhi tugas beribadah. Sebagaimana Firman Allah yang bunyi-Nya :
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111)
“Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang beriman dengan memberikan surga untuk mereka ; mereka berperang pada jalan Allah kemudian mereka membunuh dan dibunuh, sebagai janji yang benar dari Allah, di dalam Taurat, Injil dan Qur’an. Siapakah yang menepati janjinya daripada Allah ? Bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (Qs. At Taubah: 111)
Maksudnya, bahwa orang mu’min yang berperang pada jalan Allah, mereka telah “menjual” diri dan harta mereka kepada Allah, dibeli dengan “jannah (surga)”, maka hal itu sebagai “kemenangan yang besar”.
Bertambah jelas bahwa yang disebut sebagai pribadi yang sedang dalam kemenangan, pada hakekatnya ialah yang telah sukses tatkala mematuhi tugas ; baik dalam keadaan telah membunuh atau dibunuh. Ini dapat dimaknakan “menang atau kalah secara fisik”. Walaupun dibunuh, namun bila sudah mengabdikan diri kepada Allah, maka itulah yang dinyatakan dalam Kitabbullah sebagai kemenangan yang besar”.
Sebaliknya dari hal diatas itu, terhadap seseorang yang kabarnya berpredikat tokoh Islam, berbangga diri karena kemenangan dalam perebutan kursi. Dengan disanjung oleh para penguasa thagut dan diserahi  baginya kedudukan yang tinggi. Di tempat mana saja dapat berbicara. Ketempat rapat mana pun, fasilitas tersedia. Ya, kapan beristirahat ; gedung mewah dia pun punya. Sedang dirinya merasa aman dari ancaman jahannam, walau sadar berpihak pada penguasa yang menentang berlakunya hukum-hukum Islam. Mata hatinya tertutup (QS. 17 : 46) dengan kemegahan hingga tidak kenal memisahkan mana yang hak dan mana yang bathil. Yang sedemikian itu tidak lain hanyalah kemenangan menurut hawa nafsunya ! Penguasa mana saja asal yang lagi menang, itu pula yang dijadikan majikannya. Tampaknya tidak sadar bila dirinya seolah-olah anjing penyalak ! Dari itulah anda jangan menilai sesuatu kegiatan dari segi duniawi melulu yang bisa-bisa diperosokkan setan !

                                                                    


“Sepuluh Langkah Kafirin” Dalam membasmi dan menumpas Ummat Islam melalui “Kebebasan membuat Institusi”

1) Langkah Pertama
Peluncuran teori Demokrasi.
Desak semua Negara untuk menganut teori demokrasi. Dengan Negara yang menganut teori demokrasi maka akan terbentuk “Parlementer”, dengan system parlementer maka ummat islam akan bersaing memperebutkan “kekuasaan keputusan Negara dengan Non Islam”.

2) Langkah Kedua
Pemberian kebebasan kepada Ummat Islam untuk membuat “Organisasi Politik (Orpol)”. Dengan diberikannya kebebasan membuat Organisasi Politik maka ummat Islam bisa bersaing dengan sesamanya demi untuk kemenangan “Orpol” dan “melupakan” kemenangan Islam dan Ummat Islam. Dengan demikian ummat Islam pecah dan cakar-cakaran dengan sesamanya karena “orpol” yang dibuatnya.

3) Langkah Ketiga
Pemberian kebebasan kepada Ummat Islam untuk membuat “Organisasi Masyarakat (Ormas)”. Setelah nampak pecahnya ummat Islam melalui pemberian kebebasan untuk membuat Orpol maka selanjutnya pemberian kebebasan kepada ummat Islam untuk membuat Ormas sehingga diharapkan ummat Islam pecah dan cakar-cakaran lagi karena ormas yang dibuatnya.


4) Langkah Keempat
Pemberian kebebasan kepada Ummat Islam untuk membuat “Yayasan” atau “Lembaga Pendidikan” dan “Pesantren”. Setelah nampak pecah belah ummat Islam karena Orpol dan Ormas maka selanjutnya diberikan kebebasan untuk membuat yayasan sehingga ummat Islam akan berlomba membuat yayasan diberbagai kegiatan sosial dan pendidikan. Ini diharapkan disuatu wilayah desa atau perkotaan ummat Islam akan bersaing dengan sesamanya berebut lahan atau siswa dan simpatisan demi kemajuan yayasan masing-masing tanpa menghiraukan kemajuan yayasan saudaranya yang lain di wilayahnya dan aspek yang sama.
Dengan pemberian kebebasan ini diharapkan kekuatan ummat Islam disuatu wilayah cakar-cakaran karena yayasan yang dibuatnya.

5) Langkah Kelima
Pemberian kebebasan untuk pentas diatas panggung. Setelah semakin pecahnya ummat  islam karena masalah “Demokrasi, Orpol, Ormas dan Yayasan” maka dengan diberikannya lagi kebebasan untuk pentas diatas panggung atau siaran dengan cara mendesak ummat Islam kearah pementasan tokoh-tokohnya ke panggung atau siaran. Teori ini diharapkan agar menumbuhkan rasa tinggi status sosial para tokoh Islam diantara tokoh Islam yang lain. Dan juga mengecilkan wibawa tokoh Islam yang ada di wilayah domisili ummat.
Dengan teori ini akan muncul tokoh kondang yang  “bertarif mahal” dan tokoh semi kondang (kelas menengah) “bertarif menengah” dan tokoh Islam yang “disiksa ummat Islam” ditempat domisilinya (mengajar agama Islam kepada masyrakat tanpa dibayar) sehingga dimungkinkan terjadi persaingan antar tokoh Islam dan bisa cakar-cakaran antar tokoh dalam memperebutkan lahan da’wah.
6) Langkah Keenam
Pemberian kebebasan kepada masyarakat Islam agar membuat seminar. Teori ini akan menyebabkan panitia seminar mengundang tokoh Islam untuk membahas ajaran Islam, tanggapan Islam terhadap situasi dan suasana yang ada sehingga mata dan pandangan ummat Islam terfokus kepada masalah umum yang global dan lupa memperhatikan nasib ummat ditempat domisilinya demi kepentingan individu atau keluarga muslim.

7) Langkah ketujuh
Pemberian kebebasan kepada masyarakat Islam untuk mengundang tokoh Islam demi kepentingan individu atau keluarga muslim. Hidupkan kebiasaan ummat Islam untuk mengundang tokohnya ke rumah individu atau keluarga muslim agar tokoh Islam tersebut habis waktunya untuk mendukung individu atau keluarga muslim sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan Islam dan ummat Islam secara global.

8)Langkah Kedelapan
Penyanjungan dan pemberian penghargaan. Teori penyanjungan dan penghargaan kepada tokoh dan ulama Islam bentuknya penyediaan fasiltas hidup kepada sebagian yayasan/ ormas/ orpol yang mendukung teori demokrasi agar dapat memicu atau mengumpan tokoh, ulama, yayasan, ormas dan orpol Islam lain agar mereka merasa dibesarkan atau dikecilkan dimasyarakat sehingga terjadi kerenggangan hubungan.

9) Langkah Kesembilan
Mendekati tokoh Islam yang memegang jabatan strategis didalam institusi atau Negara untuk didesak membuat fatwa atau statemen yang dapat menjinakkan ummat Islam lain yang keras.

10) Langkah Kesepuluh
Melumpuhkan tokoh atau ulama dan kelompok ummat Islam yang komitmen terhadap ajaran dan hukum Islam. Teori ini digunakan atau dilaksanakan dalam keadaan Negara dan Demokrasi dirongrong ummat Islam dalam bentuk pembunuhan tokoh atau ulama kondang yang telah dicatat dan dideteksi sebelumnya.

 www.artikelislamjackspirit.com

SEKEDAR  MENJALANKAN  PERINTAH  DENGAN SEMAKSIMAL KEMAMPUAN BERUSAHA

Menghayati hidup ini yang mana tujuan kita untuk menghambakan diri kepada Allah SWT. Sudah tentu tujuan berjuang pun sekedar mengemban tugas dari-Nya. Perhatikan kembali ayat yang bunyinya :
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ…
“Dan hendaklah kamu menghukum di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka….”. (Qs. Al Maidah : 49)
 Dengan ayat diatas itu kita diberi amanat (tugas) menjalankan undang-undang Al-Qur’an. Karena itu yang merasa diberi amanat sedemikian, maka tidak berpangku tangan sebelum Kitabbullah itu bertegak secara nyata sebagai Konstitusi Kerajaan Allah dimuka bumi.
Adapun supaya diri merasa diberi tugas dari Allah, maka membutuhkan rasa keimanan yang mendalam, harus “benar-benar yakin” terhadap ke-agungan/kekuasaan-Nya ; yang paling berkuasa dalam segala hal. Sehingga hukum-hukum Al-Qur’an itu dirasakan mutlak harus dilaksanakan dalam segala segi kehid upan.
 Sang buruh yang tahu diri, maka akan menyerahkan segala urusan mengenai hal pengabdiannya kepada yang memerintahnya. Dan berusaha sedaya-dayanya agar tidak kena murka dari atasannya. Jadi, kalau sang buruh itu akan menggunakan “akalnya”, paling juga berpikir ; bagaimana bila tugasnya itu tidak dia patuhi, sedang tiada lagi tumpuan hidup selain majikannya. Dengan menjalankan apa yang diperintahkan oleh majikannya itu, maka seandainya proyek atau pekerjaannya itu belum dapat dirampungkan, namun bila dalam melaksanakannya itu sudah sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam surat perintah (SPK) dari atasan, maka hal itu dapat dipertanggung jawabkan. Berbeda lagi dengan buruh yang menyepelekan kekuasaan majikannya juga ragu terhadap kebijaksanaan dalam surat perintah kerja yang diberikan oleh majikannya, hingga memakai konsep/cara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan dari majikannya, maka pegawai sedemikian rupa itu tetap dalam tuntutan hukum akan ditindak.
 Begitu juga bagi seorang hamba yang akalnya disertai keimanan, tentu menyadari bahwa ilmu yang diberikan kepada manusia itu hanya sedikit (QS. 17 : 85) dan sangat banyak ilmu yang tidak diketahui oleh manusia secara realita. Maka, bagaimana pun pandainya manusia, tetap sebagai hamba yang kemampuan berpikirnya terbatas. Jadi, selaku hamba yang takut akan ancaman dari penguasa-Nya, maka dalam melaksanakan perintah Allah tidak menunggu pertimbangan terlebih dulu untuk mengetahui tentang “sebab” atau latar belakangnya. Bila ingin “terlebih dulu” mengetahui latar belakangnya dari pada mematuhi-Nya, berarti tidak percaya terhadap kebijaksanaan dari Allah SWT. Diartikan pula tidak tunduk terhadap keputusan hukum dari-Nya. Sama artinya dengan tidak meyakini Kekuasaan Allah. Juga, berarti tidak berserah diri kepada-Nya.
Dalam hal itu kita perhatikan satu contoh mengenai perintah yang diterima Nabi Nuh As berserta para pengikutnya. Mereka telah diperintah membuat bahtera (QS. 11 Hud : 37). Sedang dalam pada itu dilaksanakannya ditempat yang jauh dari tepi laut. Pada waktu belum terjadi topan dan badai melanda bumi, maka bagi yang akalnya tidak disertai keimanan akan kekuasaan Allah, tentu mengatakan bahwa perintah serupa itu sebagai hal yang tidak dimengerti oleh akal. Sehingga mereka mencemoohkannya.
 Apa yang diperbuat oleh Nabi Nuh beserta pengikutnya, membikin kapal ditengah ejekan dari kebanyakan manusia, jelas menandaskan bahwa perintah dari Allah SWT hanya dapat dipatuhi tidak atas dasar pertimbangan akal yang tanpa keimanan. Hanya akal yang disertai keimanan akan membuat analisa, bahwa semua perintah dari Allah adalah sudah dalam kebijaksanaan-Nya. Dan dalam jaminan-Nya.
 Sejenak merenung, bagaimanakah sikap kita seandainya perintah serupa itu ditujukan kepada kita, membuat kapal ditengah daratan seperti dulu itu, sedang kita belum tahu banjir akan melanda…..? Dari itulah kita masih beruntung, sebab hanya diperintah dalam hal yang masih terjangkau oleh akal pikiran. Yaitu melawan antek-antek pemerintah thagut yang sama saja dengan kita butuh makan !
KESIMPULAN
  1. Perintah dari Allah Tidak Bisa Dianalisa Dengan Akal yang Tanpa Keimanan Kepada-Nya
  2. Selama masih ada penjegalan terhadap hukum Islam; selama itu pula menuju REVOLUSI ISLAM



Minggu, 01 Juli 2012

KONSEP BERMAIN SAMBIL BELAJAR PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NO. 58 TAHUN 2009 (Kajian Psikologi Perkembangan)


BAB I
                                                     PENDAHULUAN             

A.    Latar Belakang Masalah
“ Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Angka 14)”.

Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa, standar pendidikan anak usia dini meliputi pendidikan formal dan non formal yang terdiri atas:
a.       Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan.
b.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
c.       Standar Isi Proses dan Penilaian.
d.      Standar Sarana dan Prasarana, Pengelolaan dan Pembiayaan.
Selanjutnya dalam PP No. 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi:
1.      Bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia.
2.      Bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian.
3.      Bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan teknologi.
4.      Bermain dalam rangka pembelajaran estetika.
5.      Bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Pendidikan anak usia dini merupakan ujung tombak keberhasilan perkembangan anak pada tahap pendidikan selanjutnya. Carolly  dan  J. W. Lilienthal (Hidayat, 2007:4) menyebutkan tentang masa awal perkembangan anak yang harus dijalani di Taman Kanak-kanak yaitu: anak berkembang menjadi mandiri, belajar memberi, belajar bergaul, mengembangkan, pengendalian diri, belajar bermacam-macam peran dalam masyarakat, belajar mengenal tubuh masing-masing, mengembangkan keterampilan motorik halus dan kasar, dll.
Kondisi masa awal perkembangan anak usia dini seperti tersebut di atas tidak akan tercapai tanpa adanya peran serta pendidik dalam mengelola konsep pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun jiwa anak.
Sebagaimana dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 Bab III menyatakan bahwa, “Pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik.
Peran serta para pendidik dalam mengelola konsep pembelajaran pada pendidikan anak usia dini harus sesuai dengan kaidah psikologi perkembangan yang dalam hal ini telah ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini termaktub dalam poin A tentang standarisasi yang menyatakan bahwa:
“ Struktur program kegiatan PAUD mencakup bidang pengembangan pembentukan prilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan moral, (2) fisik, (3) kognitif, (4) bahasa dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan suatu aspek dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain, menggunakan pendekatan tematik”.

Dari poin standar isi di atas sangatlah jelas bahwa proses pembelajaran pada pendidikan anak usia dini idealnya dikemas sedemikian rupa dalam kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa dan sosial emosional.
Bermain merupakan aktivitas yang khas dalam dunia anak usia dini karena dengan bermain anak merasa senang luar biasa. Kesenangan saat bermain akan memberikan dorongan bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik maupun psikisnya.
Roger Cosby. S. dan Janet. K. Sawyers (1995) sebagaimana dikutip Desmita (2007;2) menyatakan bahwa: “Setiap anak ingin selalu bermain sebab dengan bermain anak merasa rileks, senang dan tidak tertekan”.
Mengingat dunia anak adalah dunia bermain maka sudah seharusnya bagi para pendidik perlu menguasai bagaimana caranya merancang dan menyusun materi pembelajaran yang memenuhi aspek-aspek perkembangan anak melalui konsep pembelajaran bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang mengacu pada Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini serta kaidah psikologi perkembangan.
Richard M. Lerner (1976) sebagaimana dikutif Desmita (2007;3) menyatakan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologi sepanjang hidup, misalnya, mempelajari bagaimana proses berfikir pada anak-anak usia satu, dua atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa”.

David G. Mayer (1996) sebagaimana dikutif oleh Desmita (2007;3) menjelaskan bahwa: “Psikologi perkembangan sebagai: a branch of psychology that studies phsical, cognitive and social change throughout the life span”.
Desmita (2007;3) menjelaskan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara ontogenetik, yaitu mempelajari proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri baik perubahan dalam struktur jasmani, prilaku maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya (life span), yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati”.

Dengan demikian,, psikologi perkembangan bertujuan untuk mempelajari perkembangan fungsi-fungsi baik fisik maupun mental anak-anak terutama anak usia dini dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya.
Dengan memperhatikan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep bermain sambil belajar pada anak usia dini yang lebih tepat adalah dengan cara mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini agar konsep yang kita buat dapat merangsang dan mengembangkan berbagai potensi kecerdasan anak secara maksimal.
Oleh karena dalam dunia pendidikan anak usia dini terutama di daerah-daerah masih banyak para pendidik yang belum mampu mengoptimalkan konsep pembelajaran dengan proses pembelajarannya terutama dalam mensiasati dan merancang kegiatan bermain sambil belajar yang efektif sesuai dengan tema dan metode pembelajaran yang dapat merangsang seluruh potensi kecerdasan anak disebabkan kurangnya pemahaman akan prinsip-prinsip bermain dan pembelajaran serta psikologi perkembangan dalam mendidik. Maka pelaksanaan bermain sambil belajar pada dunia pendidikan anak usia dini tidak bisa terlepas dari psikologi perkembangan. Jika pembelajaran anak usia dini tidak sesuai dengan prinsip bermain sambil belajar dan psikologi perkembangan maka anak akan mengalami tahap perkembangan yang kurang optimal yang berakibat pada ketidakmampuan anak dalam mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki pada tahap pendidikan selanjutnya.
Bimbingan yang diberikan pendidik pada masa keemasan anak (golden age) akan membekas, tertanam sangat kuat pada diri anak, kemudian berkembang dengan pesat dikemudian hari disertai siraman perhatian dan dedikasih orang tua dan pendidik di usia dan tahap pendidikan selanjutnya sampai dewasa nanti. Karena bagaimanapun, sikap dan prilaku anak tergantung apa yang dilihat, di dengar dan di cerna pada waktu kecil, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Depag RI, 1984:449).

Sejalan dengan ayat Al-Qur’an di atas Rasulullah Saw bersabda:
(æßRCcÛ¯äkãvCÛ¯âä)r=_R-J-L-Û-¯æ-n-Ì_Wj-rÛ¯ °-ÙR-Ò_XÛ¯_ ^q#^n-Î-FÛ¯
^“Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu”. (HR. Baihaqi dan Tabrani).
Bagaimana caranya pendidik dapat memberi kesan yang tertanam dalam diri anak dari setiap yang diajarkan melalui kegiatan yang bermakna yang sesuai dengan jiwa anak dengan pendekatan psikologi perkembangan.
Di sinilah persoalan pokok yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih dalam yang dituangkan ke dalam judul: Konsep Bermain Sambil Belajar Pada Pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 (Menurut Kajian Psikologi Perkembangan).

B.     Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik permasalahan pokok yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep bermain sambil belajar dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan secara terperinci permasalahannya sebagai berikut:
1.       Apakah makna psikologi perkembangan?
2.       Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009?
3.       Bagaimana bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan?

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009, ditinjau dari psikologi perkembangan, untuk rincinya tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui makna psikologi perkembangan.
2.      Untuk mengetahui konsep bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009.
3.      Untuk menganalisis konsep bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan.

D.    Kerangka Pemikiran
Psikologi perkembangan pada prinsipnya merupakan cabang dari psikologi. Psikologi perkembangan terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan perkembangan. Psikologi dari bahasa Inggris yaitu “Psychology” istilah ini pada mulanya berasal dari bahasa Yunani “Psiche” yang berarti roh, jiwa atau daya hidup, dan “logis” yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah “Psychology” berarti ilmu jiwa. Desmita (2007;1).
Sedangkan perkembangan menurut Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “Longterm Changes in a Persons Growth, Feellings, Patterns of thinking, social relationships, and motor skills, Desmita (2007;4).
Menurut Reni Akbar Hawadi (2001) perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Desmita (2007;4).
Menurut F. J. Monks, dan kawan-kawan (2001), Desmita (2007;4), menyatakan bahwa:
“ Perkembangan menunjuk kepada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali, perkembangan menunjuk kepada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali, perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses kekal dan yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan pematangan dan belajar”.

Perkembangan menghasilkan bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tapi pasti melalui suatu tahap ke tahap berikutnya.
Elfi Yuliani Rohmah (2009;9) menyatakan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah ilmu yang membahas tingkah laku manusia yang sedang dalam tahap perkembangan mulai konsepsi sampai tua dan selanjutnya, berdasarkan pertumbuhan kematangan, belajar dan pengalaman”.

Psikologi perkembangan dapat dikelompokkan menjadi psikologi khusus berbeda dari psikologi umum, yaitu psikologi yang objek kajiannya adalah tingkah laku manusia dalam kondisi khusus dalam hal ini psikologi anak yaitu psikologi yang membahas tingkah laku manusia pada periode kanak-kanak. Elfi Yuliani Rohmah (2009;9).
Dengan demikian, psikologi perkembangan bertujuan untuk mempelajari dan meneliti tingkah laku anak berdasarkan pertumbuhan, kematangan, belajar dan pengalaman guna terbentuknya kepribadian yang baik dan ketahanan mental pada masa selanjutnya.
Ruang lingkup psikologi perkembangan banyak memberikan sumbangan dalam memecahkan persoalan-persoalan dalam dunia anak usia dini dalam hal yang berkaitan dengan perubahan prilaku dan jiwa anak khususnya pendidik dalam merancang program pembelajaran yang memadai yang di dalamnya mengintegrasikan konsep kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.
Agus Suyanto (1996;51) menyatakan bahwa: “Psikologi perkembangan secara khusus mempelajari tingkah laku anak mulai lahir sampai 6 tahun”.
Mengenai tujuan psikologi perkembangan, Mussen, Conger dan Kagan (1996) sebagaimana dikutif Desmita (2007;10) menyatakan bahwa tujuan psikologi perkembangan meliputi:
1.      Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat umur yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam lingkungan sosial budaya manusia.
2.      Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu.
3.      Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda.
4.      Mempelajari penyimpangan dari tingkah laku yang dialami dari seseorang, seperti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsionalitas intelektual dan lain-lain.

Menurut Elizabeth Hurlock (1980) masih dikutif Desmita (2007;10) menyatakan bahwa tujuan psikologi perkembangan dewasa ini yaitu:
1.      Menemukan perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada usia yang umum dan yang khas dalam penampilan, prilaku, minat, dan tujuan dari masing-masing periode perkembangan.
2.      Menemukan kapan perubahan-perubahan itu terjadi.
3.      Menemukan sebab-sebabnya.
4.      Menentukan bagaimana perubahan itu mempengaruhi prilaku.
5.      Menentukan dapat atau tidaknya perubahan-perubahan itu diramalkan.
6.      Menentukan apakah perubahan itu bersifat individual atau universal.

Mengenai manfaat psikologi perkembangan, Seifert dan Hoffnung sebagaimana dikutif Desmita (2007;11) menyatakan bahwa pengetahuan tentang psikologi perkembangan bermanfaat bagi kita dalam empat hal, yaitu:
1.      Agar dapat memberikan respon yang tepat terhadap prilaku anak. psikologi perkembangan dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berfikir, perasaan dan tingkah laku anak.
2.      Membantu kita mengenal kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai.
3.      Membantu kita memahami diri sendiri dan memberikan wawasan serta pemahaman tentang sejarah hidup kita sendiri sejak tumbuh kembang kita hingga dewasa.

Sementara itu Elizabeth B. Hurlock (1980) masih sebagaimana dikutif Desmita (2007;10) menyatakan tentang manfaat atau kegunaan mempelajari psikologi perkembangan yaitu:
1.      Membantu kita mengetahui apa yang diharapkan dari anak dan kapan yang diharapkan itu muncul
2.      Dengan mengetahui apa yang diharapkan dari anak, ini memungkinkan kita untuk menyusun pedoman dalam  bentuk skala tinggi berat, skala usia mental dan skala perkembangan sosial atau emosional.
3.      Memungkinkan para orang tua dan guru memberikan bimbingan belajar yang tepat pada anak.
4.      Dengan mengetahui pola normal perkembangan memungkinkan para orang tua dan guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan prilakunya.

Dengan demikian, psikologi perkembangan mempunyai tujuan dan manfaat yang sangat besar dalam dunia pendidikan anak usia dini terutama pendidik, sehingga dapat membantu memberikan respon dan tindak lanjut yang tepat dalam mendidik sesuai dengan pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan anak.
Lebih dari itu pengetahuan psikologi perkembangan dapat menimbulkan kesadaran terhadap diri sendiri sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik (Desmita, 2007;12).
Di samping mempunyai tujuan dan manfaat, psikologi perkembangan juga mempunyai sejarah tersendiri. Dalam perjalanannya psikologi perkembangan telah melewati sejarah yang cukup panjang.
Menurut Desmita (2007;13) menyatakan bahwa sejarah psikologi perkembangan terbagi atas 3 periode yaitu:
1.      Minat awal mempelajari psikologi perkembangan.
2.      Masa dasar-dasar pembentukan psikologi perkembangan secara ilmiah.
3.      Masa munculnya studi psikologi perkembangan modern.
Adapun para tokoh yang berperan penting dalam dunia psikologi perkembangan dari berbagai periode tersebut di atas adalah:
1.      Plato
2.      Aristoteles
3.      Johan Amos Comenius
4.      Jean Jacques Rousseau
5.      Johan Heinrich Pestalozzi
6.      Friedrich Frobel
7.      Dietrich Tiedeman
8.      Wilhelm Preyer
9.      Charles Darwin
10.  Wilhelm Wundt
11.  Stanley Hall
12.  J.B. Watson
13.  Sigmund Freud
14.  Clara dan William Stern
15.  Jean Piaget
16.  Prof. Kohn Stamm
17.  Prof. Langeveld
18.  Dr. Decroly dan Dr. Schuyten
19.  Maria Montessory

Sedangkan metode yang digunakan dalam psikologi perkembangan adalah metode ilmiah yang sangat spesifik yakni mempelajari fakta dari tingkah laku, anak yang sedang dalam proses berkembang.
Menurut Desmita (2007;65-68) menyatakan bahwa metode spesifik yang digunakan dalam psikologi perkembangan di antaranya:
1.      Metode Observasi
2.      Metode Eksperman
3.      Metode Klinis
4.      Metode Tes

Dilihat dari tujuan dan manfaatnya psikologi perkembangan memiliki ruang lingkup yang esensial dan amat berarti bagi tumbuh kembang anak. Kalaulah bermain sambil belajar mempunyai arti dan fungsi perkembangan anak, maka seorang pendidik harus memahami karakteristik anak usia dini, agar keberhasilan proses pembelajaran pada anak usia dini dengan pendekatan psikologi perkembangan dapat tercapai seefektif mungkin.
Sugeng Santosa (2002;3) menyatakan bahwa karakteristik anak usia dini antara lain:
1.      Jujur,
2.      Ingin tahu,
3.      Ingin mencontoh,
4.      Ingin mencoba,
5.      Mengulang-ulang,
6.      Merusak,
7.      Suka bermain,
8.      Suka bergerak,
9.      Ingin yang baru,
10.  Selalu gembira,
11.  Jarang melamun,
12.  Mudah diatur.

Menumbuh kembangkan berbagai kecerdasan anak ditinjau dari sisi psikologi perkembangan dapat terlihat dari konsep bermain sambil belajar yang diterapkan dan indikatornya jelas tertera dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini sebagai acuan bagi perencanaan pengelolaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran yang baik dan sistematis demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional yaitu:
“ Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab”.

Selanjutnya tentang bermain sambil belajar terdapat banyak definisi dari para ahli di antaranya:
F.J. Monks dan kawan-kawan yang dikutif oleh Huizinga dan dikutif lagi oleh Adiyatman Prabowo (2002;4) menyatakan bahwa:
“ Bermain merupakan tindakan sukarela yang dilakukan dalam batas tempat dan waktu berdasarkan aturan yang mengikat tapi dialami secara sukarela dengan tujuan yang ada dalam dirinya sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang dengan pengertian bahwa bermain merupakan sesuatu yang lain dari pada kehidupan biasa”.

Selanjutnya Anggani Sudono (1995;1) menyatakan bahwa:
“ Bermain adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak”.

Elizabeth B. Hurlock (1981) menyatakan bahwa: “Bermain adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan”. (Desmita, 2007;10)
Karl Groos (1991) menyatakan bahwa: “Bermain sebagai cara alami tubuh manusia untuk mempersiapkan dirinya sendiri menghadapi berbagai tugas dalam masa kehidupan dewasanya”.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak atau sekelompok anak untuk mencari kesenangan, secara spontan, sukarela dengan dibatasi aturan waktu dan tempat bermain baik menggunakan alat maupun tanpa alat yang berguna untuk mempersiapkan diri anak dalam menghadapi berbagai tugas dalam kehidupan dewasanya.
Hal yang tak bisa dipungkiri adalah bahwa bermain merupakan bagian utama dari kehidupan anak, bermain bagi anak bagaikan bekerja pada orang dewasa.  Bermain merupakan peluang bagi anak untuk melakukan berbagai hal. Situasi itulah yang membuat anak belajar. Dengan demikian, bermain merupakan cara anak belajar. Belajar tentang apa saja. Belajar tentang objek, kejadian, situasi dan konsep (misalnya halus, kasar, dll). Mereka juga berlatih koordinasi berbagai otot gerak misalnya otot jari, berlatih mencari sebab akibat dan memecahkan masalah. Selain itu, melalui bermain anak berlatih mengekspresikan berbagai hal dan situasi.
Pemerintah kita dalam hal ini kementerian pendidikan nasional secara tegas telah menetapkan bermain sebagai alat belajar utama bagi anak. Dalam kebijakannya disebutkan secara jelas bahwa:
“ Bermain adalah sifat yang melekat langsung pada kodrat anak, jika ada anak yang tidak mau bermain, itu menunjukkan adanya suatu kelainan dalam diri anak tersebut. Mengabaikan kenyataan ini, apalagi mengingkari, jelas bertentangan dengan kebutuhan perkembangan jiwa anak”. (Depdikbud, 1994/1995).

Jadi jelaslah bahwa bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini baik yang formal seperti Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal ataupun non formal seperti Taman Penitipan Anak, kelompok bermain dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Kegiatan pembelajaran yang disuguhkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, dan teknik tertentu serta rancangan yang apik dan kemasan yang menarik.
Selanjutnya Aam Kurnia (2009;125) menyatakan:
“ Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan lingkungannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna (bermanfaat bagi anak), ketika bermain anak membangun pengertian dengan pengalamannya”.

Berkaitan dengan perkembangan anak, bermain bisa berkontribusi positif terhadap hampir segenap aspek perkembangan, baik perilaku maupun kemampuan dasar seperti fisik motorik, kognitif, bahasa dan sosial emosional.
M. Sholehudin (1996;92) menyatakan: “Bermain memiliki fungsi atau manfaat bagi aspek psikis dan fisik anak”.
Adapun manfaat bermain bagi anak menurut M. Sholehudin (1996;90) secara lebih jelas diantaranya:
1.      Meningkatkan pengetahuan.
2.      Menghilangkan rasa bosan.
3.      Meningkatkan kretivitas anak.
4.      Mengendalikan emosi.
5.      Membangun hubungan sosial.
6.      Belajar bekerjasama.
7.      Meningkatkan kosa kata.
8.      Mengembangkan kepuasan ego anak.
Roger, Cosbi. S dan Janet K. Sawyers (1995) (Desmita, 2007;12) berpendapat bahwa anak rajin selalu bermain, sebab dengan bermain anak merasa tenang, rileks, senang dan tidak tertekan. Adapun manfaat bermain menurut mereka yang dapat dirasakan anak di antaranya adalah:
1.      Nilai fisik.
2.      Nilai pendidikan dan pengajaran.
3.      Nilai kreativitas.
4.      Nilai sosialisasi.
5.      Nilai kecerdasan emosi.
6.      Nilai bahasa.
7.      Nilai moral.
8.      Nilai terapi.

Sedangkan karakteristik permainan menurut para tokoh di antaranya seperti pendapat Elizabeth B. Hurlock (1980) (Desmita, 2007;10) yang menyatakan:
1.      Bermain dipengaruhi tradisi.
2.      Bermain mengikuti pola perkembangan anak.
3.      Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia.
4.      Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia.
5.      Permainan masa kanak-kanak berubah dari dan tidak formal menjadi formal.
6.      Bermain secara fisik kurang akftif dengan bertambahnya usia.
7.      Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak.
8.      Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak.
Sementara itu Aam Kurnia (2009) menyatakan bahwa karakteristik bermain di antaranya:
1.      Simbolik
2.      Bermakna
3.      Aktif
4.      Menyenangkan
5.      Sukarela
6.      Ada aturan
7.      Episodik

Di samping itu Mildred Parten (Suryani dan Novi Siregar, 2005) menyatakan bahwa jenis-jenis permainan yang merangsang tahap perkembangan bermain anak di antaranya:
1.      Unoccopied play (permainan unnoccopied)
2.      Solitary play (permainan solitary)
3.      On looker play (permainan on looker play)
4.      Parallel play (permainan parallel)
5.      Assocative play (permainan assotiative)
6.      Cooperative play (permainan cooperative)

Selanjutnya Mayke Teja Saputra (1995) dalam bukunya bermain dan permainan menyatakan bahwa:
“ Belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan, mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terkira banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran terjadi. Mereka mengambil keputusan, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan pendapat dan memecahkan masalah, mengerjakan tuntas, bekerjasama dengan teman dan mengalami berbagai macam perasaan”.

Begitu banyaknya makna dan manfaat bermain bagi anak usia dini sehingga perlu bagi para pendidik untuk mengetahuinya secara mendalam agar dalam menyusun rencana atau konsep kegiatan pembelajaran tidak keluar dari prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan tumbuh kembang anak.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran bermain sambil belajar pada anak usia dini menurut Aam Kurnia (2009;139) di antaranya:
1.      Berinteraksi pada kebutuhan anak
2.      Belajar melalui bermain
3.      Pendekatan kreatif dan inovatif
4.      Lingkungan yang kondusif
5.      Menggunakan pembelajaran terpadu
6.      Mengembangkan berbagai percakapan hidup
7.      Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
8.      Dilaksanakan secara bertahap dan berulang
9.      Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak.

Jane M. Hearly (1994) seperti dikutif Anggani Sudono (1995;4) menyatakan:
“ Jaringan serabut syaraf akan terbentuk apabila ada kegiatan mental yang aktif dari anak. Setiap respons terhadap penglihatan, bunyi, perasaan, bau dan pengecapan akan memperlancar hubungan-hubungan antar neuron (pusat syaraf)”.

Kualitas otak anak tergantung pada pengembangan minat, keterlibatan aktif anak dan rangsangan yang beragam. Terbentuknya jaringan syaraf tergantung pada minat dan usaha keras anak. Penggunaan seluruh panca indra, penglihatan, suara,  rasa, pengecap, dan penciuman mempercepat hubungan-hubungan yang ada diantara simpul syaraf. Lingkungan rumah, dan sekolah merupakan bahan terpenting dalam pembentukan jaringan tersebut. Dalam keadaan menyenangkan, jalur hubungan sel otak akan tumbuh dengan pesat. Karena itu masa bermain adalah masa yang paling menguntungkan bagi anak. Dengan bermain anak dapat mengeksplorasi seluruh aspek tersebut di atas, dan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya diperlukan penerapan metode dan model pembelajaran yang sejalan dengan standar pendidikan anak usia dini yaitu metode integratif dan model pembelajaran berdasarkan sentra.
Untuk menunjang kegiatan bermain sambil belajar yang optimal dan sesuai dengan perkembangan jiwa anak dibutuhkan sarana dan alat permainan serta penggunaan  sumber belajar yang tepat, aman, dan multifungsi. Rangsangan menyenangkan membuat anak mampu memahami konsep-konsep dan pengertian secara alamiah serta membantu anak mengembangkan kecerdasannya.
Hughes (1995) sebagaimana dikutif Anggani Sudono (1995;65) menyatakan: “Kegiatan di sekolah dan usaha yang dilakukan guru sangat berpengaruh ketika anak bermain, karena di dukung oleh suasana yang menyenangkan”.
Partisipasi aktif orang dewasa dalam hal ini orang tua dan pendidik yang menjalankan fungsinya dengan baik akan berpengaruh sangat besar terhadap kemajuan perkembangan berbagai kecerdasan anak.
Adapun kecerdasan yang dapat dikembangkan dari kegiatan bermain sambil belajar pada anak usia dini, yaitu yang biasa disebut kecerdasan jamak di antaranya:
1.      Kecerdasan bahasa.
2.      Kecerdasan logika matematika.
3.      Kecerdasan intrapersonal.
4.      Kecerdasan interpersonal.
5.      Kecerdasan kinestetik.
6.      Kecerdasan musikal.
7.      Kecerdasan visual spasial.
8.      Kecerdasan naturalis.
9.      Kecerdasan eksistensial atau spiritual.
Kegiatan bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini di samping mengembangkan berbagai kecerdasan anak juga memiliki 3 landasan sebagaimana pendapat Aam Kurnia (2009) bahwa: “Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini haruslah didasarkan pada berbagai landasan yaitu landasan yuridis, landasan filosofis dan religius serta landasan keilmuan baik teoritis maupun empiris”.
Sebagaimana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa:
“ Pendidikan anak usia dini adalah suatu pembimbingan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

Dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 menyatakan bahwa:
“ Standar tingkat pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan aktualitasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik. Standar pendidik (guru, guru pendamping dan pengasuh), dan tenaga kependidikan memuat kualitatif dan kompetensi yang dipersyaratkan. Standar isi, proses dan penilaian meliputi tertintegrasi / terpadu sesuai dengan kebutuhan anak. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan mengatur persyaratan fasilitas, manajemen, dan pembiayaan agar dapat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini dengan baik”.

Dengan demikian, pembinaan dan pemberian rangsangan pada anak usia dini sangatlah penting terutama dalam membantu menumbuhkembangkan berbagai kecerdasan dan mempersiapkan anak memasuki pendidikan yang akan datang, yang salah satunya dengan membuat konsep bermain sambil belajar yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan anak dan tidak keluar dari peraturan serta kurikulum yang berlaku.
Untuk lancarnya kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini dengan menerapkan konsep bermain sambil belajar yang menyenangkan bagi anak, maka diperlukan kesinambungan antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional yang mengeluarkan peraturan tentang standar pendidikan anak usia dini, dan kinerja pendidik sebagai yang membuat dan merancang konsep pembelajaran tentunya yang memiliki kualifikasi akademik yang memadai dan memahami psikologi perkembangan. Maksudnya kompetensi paedagogik para pendidik sangat menentukan terhadap kemajuan proses pendidikan di Indonesia khususnya dunia pendidikan anak usia dini sehingga pendidikan anak usia dini di negara kita betul-betul di tangani oleh ahli dibidangnya mulai dari membuat rancangan kegiatan pembelajaran dalam hal ini konsep bermain yang sesuai dengan tumbuh kembang anak, proses pembelajaran, penguasaan kelas, penggunaan metode dan evaluasinya.
Untuk lancarnya kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini diperlukan suatu landasan dan dasar yang kuat, karena dengan demikian maka tujuan pendidikan anak usia dini akan terlaksana dan anak memiliki kekuatan, keteguhan dan tidak mudah di pengaruhi oleh pihak luar.
Konsep pembelajaran anak usia dini berdasarkan pada nilai-nilai pendidikan nasional yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1990 tentang batas usia pendidikan anak usia dini pasal 4 menyatakan anak didik taman kanak-kanak adalah anak usia 4-6 tahun.
Mengingat pentingnya pelaksanaan pendidikan yang berkesinambungan yang sesuai dengan kondisi dan karakter budaya masyarakat kita, maka pemerintah Republik Indonesia khususnya Kementerian Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini sebagai pedoman bagi para pendidik untuk melaksanakan tugasnya kegiatan pembelajaran yang kondusif demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
Secara skematis kerangka pemikiran tersebut dapat diggambarkan sebagai berikut:
 





   









E.     Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi pustaka dengan prosedur penyajian dan penganalisaan data deskriptif, yang bersumber pada kajian para ahli psikologi perkembangan dan beberapa sumber disiplin ilmu yang berhubungan.
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Melakukan studi pendahuluan dengan menggunakan studi pustaka dengan prosedur penyajian dan penganalisaan data deskriptif, yang bersumber pada kajian psikologi perkembangan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
2.      Perumusan masalah yakni penyajian / menyusun masalah yang diteliti yaitu:
a.       Apa makna psikologi perkembangan?
b.      Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009?
c.       Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan?
3.      Menentukan metode penelitian yang digunakan yaitu metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah suatu metode untuk menganalisis sesuatu dari aspek kepustakaan?
4.      Menentukan sumber data primer maupun sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu sumber-sumber pokok yang diambil dari buku mengembangkan multiple intelligences dan aplikasinya melalui pembelajaran dan permainan di Taman Kanak-kanak karya Lilis Suryani dan Novi Marlina Siregar, Buku Permendiknas No. 58 Tahun 2009, pengembangan pendidikan anak usia dini Karya Aam Kurni dan Buku Psikologi perkembangan karya Agus Suyanto. Sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber data kedua atau penunjang yang diambil dari buku psikologi, buku bermain dan belajar, alat permainan dan sumber belajar TK dan buku-buku lain yang sesuai dengan bidang garapan.
5.      Menentukan jenis data yang diperlukan tentang konsep bermain sambil belajar pada anak usia dini.
Mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut:
a.       Mengumpulkan buku-buku, karya ilmiah, majalah handout dan buku-buku lain yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
b.      Mempelajari dan mengkaji data-data terutama dari data primernya.
c.       Merumuskan data-data yang dipelajari.
d.      Menuangkan resume tersebut dalam bentuk tulisan.
6.      Menganalisa data dengan menggunakan pendekatan secara induktif, deduktif dan komparatif. (Enden Salimah, Skripsi STAI Al-Musdariyah: 2009).
a.       Induktif        :  Berasal dari kaidah-kaidah yang bersifat khusus kemudian dihubungkan dengan konsep umum yang mendapat suatu kesimpulan.
b.      Deduktif      :  Dengan menggunakan suatu kaidah yang bersifat umum kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus.
c.       Komparatif   :  Usaha membandingkan beberapa keterangan yang diperoleh untuk mendapatkan penjelasan yang dapat dijadikan bahan penelitian.
7.      Menyimpulkan pokok-pokok kajian sebagai intisari dari pembahasan dan penelitian tersebut.