BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
“ Pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1
Pasal 1 Angka 14)”.
Dalam peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa, standar pendidikan
anak usia dini meliputi pendidikan formal dan non formal yang terdiri atas:
a. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan.
b. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
c. Standar Isi Proses dan Penilaian.
d. Standar Sarana dan Prasarana, Pengelolaan
dan Pembiayaan.
Selanjutnya dalam PP No. 17
tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, program
pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks
bermain yang dapat dikelompokan menjadi:
1. Bermain dalam rangka pembelajaran agama
dan akhlak mulia.
2. Bermain dalam rangka pembelajaran sosial
dan kepribadian.
3. Bermain dalam rangka pembelajaran
orientasi dan pengenalan teknologi.
4. Bermain dalam rangka pembelajaran
estetika.
5. Bermain dalam rangka pembelajaran jasmani,
olahraga dan kesehatan.
Pendidikan anak usia dini
merupakan ujung tombak keberhasilan perkembangan anak pada tahap pendidikan
selanjutnya. Carolly dan J. W. Lilienthal (Hidayat, 2007:4) menyebutkan tentang masa awal
perkembangan anak yang harus dijalani di Taman
Kanak-kanak yaitu: anak berkembang menjadi mandiri, belajar memberi, belajar
bergaul, mengembangkan, pengendalian diri, belajar bermacam-macam peran dalam
masyarakat, belajar mengenal tubuh masing-masing, mengembangkan keterampilan
motorik halus dan kasar, dll.
Kondisi masa awal perkembangan
anak usia dini seperti tersebut di atas tidak akan tercapai tanpa adanya peran
serta pendidik dalam mengelola konsep pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
anak baik kebutuhan fisik maupun jiwa anak.
Sebagaimana dalam Permendiknas
No. 58 Tahun 2009 Bab III menyatakan bahwa, “Pendidik anak usia dini adalah
profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta
melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik.
Peran serta para pendidik
dalam mengelola konsep pembelajaran pada pendidikan anak usia dini harus sesuai
dengan kaidah psikologi perkembangan yang dalam hal ini telah ditindaklanjuti
oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini termaktub dalam poin A tentang standarisasi yang
menyatakan bahwa:
“ Struktur program kegiatan PAUD
mencakup bidang pengembangan pembentukan prilaku dan bidang pengembangan kemampuan
dasar melalui kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan moral, (2)
fisik, (3) kognitif, (4) bahasa dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan
suatu aspek dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain, menggunakan
pendekatan tematik”.
Dari poin standar isi di atas sangatlah jelas bahwa proses pembelajaran
pada pendidikan anak usia dini idealnya dikemas sedemikian rupa dalam kegiatan
bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang di dalamnya terdapat
unsur-unsur pembelajaran nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa dan
sosial emosional.
Bermain merupakan aktivitas yang khas dalam dunia anak usia dini karena
dengan bermain anak merasa senang luar biasa. Kesenangan saat bermain akan
memberikan dorongan bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik
maupun psikisnya.
Roger Cosby. S. dan Janet. K. Sawyers (1995) sebagaimana dikutip Desmita
(2007;2) menyatakan bahwa: “Setiap anak ingin selalu bermain sebab dengan
bermain anak merasa rileks, senang dan tidak tertekan”.
Mengingat dunia anak adalah dunia bermain maka sudah seharusnya bagi para
pendidik perlu menguasai bagaimana caranya merancang dan menyusun materi
pembelajaran yang memenuhi aspek-aspek perkembangan anak melalui konsep
pembelajaran bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain yang mengacu
pada Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini
serta kaidah psikologi perkembangan.
Richard M. Lerner (1976) sebagaimana dikutif Desmita (2007;3) menyatakan
bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah
pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologi
sepanjang hidup, misalnya, mempelajari bagaimana proses berfikir pada anak-anak
usia satu, dua atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau
bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja
sampai dewasa”.
David G. Mayer (1996) sebagaimana dikutif oleh Desmita (2007;3)
menjelaskan bahwa: “Psikologi perkembangan sebagai: a
branch of psychology that studies phsical, cognitive and social change
throughout the life span”.
Desmita (2007;3) menjelaskan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah
cabang dari psikologi yang mempelajari secara ontogenetik, yaitu mempelajari
proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri
baik perubahan dalam struktur jasmani, prilaku maupun fungsi mental manusia
sepanjang rentang hidupnya (life span),
yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati”.
Dengan demikian,, psikologi perkembangan bertujuan untuk mempelajari
perkembangan fungsi-fungsi baik fisik maupun mental anak-anak terutama anak
usia dini dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya.
Dengan memperhatikan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa konsep bermain sambil belajar pada anak usia dini yang lebih
tepat adalah dengan cara mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.
58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini agar konsep yang kita
buat dapat merangsang dan mengembangkan berbagai potensi kecerdasan anak secara
maksimal.
Oleh karena dalam dunia pendidikan anak usia dini terutama di
daerah-daerah masih banyak para pendidik yang belum mampu mengoptimalkan konsep
pembelajaran dengan proses pembelajarannya terutama dalam mensiasati dan
merancang kegiatan bermain sambil belajar yang efektif sesuai dengan tema dan
metode pembelajaran yang dapat merangsang seluruh potensi kecerdasan anak
disebabkan kurangnya pemahaman akan prinsip-prinsip bermain dan pembelajaran
serta psikologi perkembangan dalam mendidik. Maka pelaksanaan bermain sambil belajar
pada dunia pendidikan anak usia dini tidak bisa terlepas dari psikologi
perkembangan. Jika pembelajaran anak usia dini tidak sesuai dengan prinsip
bermain sambil belajar dan psikologi perkembangan maka anak akan mengalami
tahap perkembangan yang kurang optimal yang berakibat pada ketidakmampuan anak
dalam mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki pada tahap pendidikan
selanjutnya.
Bimbingan yang diberikan pendidik pada masa keemasan anak (golden age) akan membekas, tertanam
sangat kuat pada diri anak, kemudian berkembang dengan pesat dikemudian hari
disertai siraman perhatian dan dedikasih oran g
tua dan pendidik di usia dan tahap pendidikan selanjutnya sampai dewasa nanti.
Karena bagaimanapun, sikap dan prilaku anak tergantung apa yang dilihat, di
dengar dan di cerna pada waktu kecil, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78:
ª!$#ur
Nä3y_t÷zr&
.`ÏiB
ÈbqäÜç/
öNä3ÏF»yg¨Bé&
w
cqßJn=÷ès?
$\«øx©
@yèy_ur
ãNä3s9
yìôJ¡¡9$#
t»|Áö/F{$#ur
noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9
crãä3ô±s?
ÇÐÑÈ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”. (Depag RI, 1984:449).
Sejalan dengan ayat Al-Qur’an di atas Rasulullah Saw bersabda:
(æßRCcÛ¯äkãvCÛ¯âä)r=_R-J-L-Û-¯æ-n-Ì_Wj-rÛ¯ °-ÙR-Ò_XÛ¯_
^q#^n-Î-FÛ¯
^“Belajar di waktu
kecil bagai mengukir di atas batu”. (HR. Baihaqi dan Tabrani).
Bagaimana caranya pendidik dapat memberi kesan yang tertanam dalam diri
anak dari setiap yang diajarkan melalui kegiatan yang bermakna yang sesuai
dengan jiwa anak dengan pendekatan psikologi perkembangan.
Di sinilah persoalan pokok yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih
dalam yang dituangkan ke dalam judul: Konsep Bermain Sambil Belajar Pada
Pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 (Menurut Kajian
Psikologi Perkembangan).
B.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas,
maka dapat ditarik permasalahan pokok yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana
konsep bermain sambil belajar dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut
Kajian Psikologi Perkembangan secara terperinci permasalahannya sebagai
berikut:
1. Apakah makna psikologi perkembangan?
2. Bagaimana konsep bermain sambil belajar
pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009?
3. Bagaimana bermain sambil belajar pada
pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana konsep
bermain sambil belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58
Tahun 2009, ditinjau dari psikologi perkembangan, untuk rincinya tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna psikologi
perkembangan.
2. Untuk mengetahui konsep bermain sambil
belajar pada pendidikan anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009.
3. Untuk menganalisis konsep bermain sambil belajar pada pendidikan
anak usia dini dalam
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi Perkembangan.
D.
Kerangka Pemikiran
Psikologi perkembangan pada
prinsipnya merupakan cabang dari psikologi. Psikologi perkembangan terdiri dari
dua kata yaitu psikologi dan perkembangan. Psikologi dari bahasa Inggris yaitu “Psychology” istilah ini pada mulanya berasal dari bahasa Yunani “Psiche” yang berarti roh, jiwa atau daya hidup, dan “logis” yang berarti ilmu. Jadi secara
harfiah “Psychology” berarti ilmu jiwa. Desmita (2007;1).
Sedangkan perkembangan menurut
Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “Longterm Changes in a Persons Growth,
Feellings, Patterns of thinking, social relationships, and motor skills,
Desmita (2007;4).
Menurut Reni Akbar Hawadi
(2001) perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Desmita (2007;4).
Menurut F. J. Monks, dan
kawan-kawan (2001), Desmita
(2007;4), menyatakan bahwa:
“ Perkembangan menunjuk kepada suatu
proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali,
perkembangan menunjuk kepada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat
diputar kembali, perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses kekal dan
yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan pematangan dan belajar”.
Perkembangan menghasilkan
bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang
sederhana ke tahap yang lebih tinggi perkembangan itu bergerak secara
berangsur-angsur tapi pasti melalui suatu tahap ke tahap berikutnya.
Elfi Yuliani Rohmah (2009;9) menyatakan bahwa:
“ Psikologi perkembangan adalah ilmu
yang membahas tingkah laku manusia yang sedang dalam tahap perkembangan mulai
konsepsi sampai tua dan selanjutnya, berdasarkan pertumbuhan kematangan,
belajar dan pengalaman”.
Psikologi perkembangan dapat
dikelompokkan menjadi psikologi khusus berbeda dari psikologi umum, yaitu
psikologi yang objek kajiannya adalah tingkah laku manusia dalam kondisi khusus
dalam hal ini psikologi anak yaitu psikologi yang membahas tingkah laku manusia
pada periode kanak-kanak. Elfi Yuliani Rohmah (2009;9).
Dengan demikian, psikologi
perkembangan bertujuan untuk mempelajari dan meneliti tingkah laku anak
berdasarkan pertumbuhan, kematangan, belajar dan pengalaman guna terbentuknya
kepribadian yang baik dan ketahanan mental pada masa selanjutnya.
Ruang lingkup psikologi
perkembangan banyak memberikan sumbangan dalam memecahkan persoalan-persoalan
dalam dunia anak usia dini dalam hal yang berkaitan dengan perubahan prilaku
dan jiwa anak khususnya pendidik dalam merancang program pembelajaran yang
memadai yang di dalamnya mengintegrasikan konsep kegiatan bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain.
Agus Suyanto (1996;51) menyatakan bahwa: “Psikologi
perkembangan secara khusus mempelajari tingkah laku anak mulai lahir sampai 6
tahun”.
Mengenai tujuan psikologi
perkembangan, Mussen, Conger dan Kagan (1996) sebagaimana dikutif Desmita (2007;10) menyatakan bahwa tujuan psikologi
perkembangan meliputi:
1. Memberikan, mengukur, dan menerangkan
perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai
dengan tingkat umur yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam lingkungan sosial
budaya manusia.
2. Mempelajari perbedaan-perbedaan yang
bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu.
3. Mempelajari tingkah laku anak pada
lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda.
4. Mempelajari penyimpangan dari tingkah laku
yang dialami dari seseorang, seperti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan
dalam fungsionalitas intelektual dan lain-lain.
Menurut Elizabeth Hurlock (1980) masih dikutif
Desmita (2007;10) menyatakan bahwa tujuan psikologi perkembangan dewasa ini yaitu:
1. Menemukan perubahan-perubahan apakah yang
terjadi pada usia yang umum dan yang khas dalam penampilan, prilaku, minat, dan
tujuan dari masing-masing periode perkembangan.
2.
Menemukan kapan perubahan-perubahan itu terjadi.
3.
Menemukan sebab-sebabnya.
4.
Menentukan bagaimana perubahan itu mempengaruhi
prilaku.
5.
Menentukan dapat atau tidaknya perubahan-perubahan itu
diramalkan.
6.
Menentukan apakah perubahan itu bersifat individual
atau universal.
Mengenai manfaat psikologi
perkembangan, Seifert dan Hoffnung sebagaimana dikutif Desmita (2007;11) menyatakan bahwa pengetahuan tentang psikologi
perkembangan bermanfaat bagi kita dalam empat hal, yaitu:
1. Agar
dapat memberikan respon yang tepat terhadap prilaku anak. psikologi perkembangan dapat membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berfikir,
perasaan dan tingkah laku anak.
2.
Membantu
kita mengenal kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai.
3.
Membantu
kita memahami diri sendiri dan memberikan wawasan serta pemahaman tentang
sejarah hidup kita sendiri sejak tumbuh kembang kita hingga dewasa.
Sementara itu Elizabeth B.
Hurlock (1980) masih sebagaimana dikutif Desmita (2007;10) menyatakan tentang manfaat atau kegunaan
mempelajari psikologi perkembangan yaitu:
1. Membantu kita mengetahui apa yang
diharapkan dari anak dan kapan yang diharapkan itu muncul
2. Dengan mengetahui apa yang diharapkan dari
anak, ini memungkinkan kita untuk menyusun pedoman dalam bentuk skala tinggi berat, skala usia mental
dan skala perkembangan sosial atau emosional.
3. Memungkinkan para orang tua dan guru
memberikan bimbingan belajar yang tepat pada anak.
4. Dengan mengetahui pola normal perkembangan
memungkinkan para orang tua dan guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak
menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan prilakunya.
Dengan demikian, psikologi
perkembangan mempunyai tujuan dan manfaat yang sangat besar dalam dunia
pendidikan anak usia dini terutama
pendidik, sehingga dapat membantu memberikan respon dan tindak lanjut yang
tepat dalam mendidik sesuai dengan pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan
anak.
Lebih dari itu pengetahuan
psikologi perkembangan dapat menimbulkan kesadaran terhadap diri sendiri
sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik (Desmita, 2007;12).
Di samping mempunyai tujuan
dan manfaat, psikologi perkembangan juga mempunyai sejarah tersendiri. Dalam
perjalanannya psikologi perkembangan telah melewati sejarah yang cukup panjang.
Menurut Desmita (2007;13) menyatakan bahwa sejarah psikologi
perkembangan terbagi atas 3 periode yaitu:
1. Minat awal mempelajari psikologi
perkembangan.
2. Masa dasar-dasar pembentukan psikologi
perkembangan secara ilmiah.
3. Masa munculnya studi psikologi
perkembangan modern.
Adapun para
tokoh yang berperan penting dalam dunia psikologi perkembangan dari berbagai
periode tersebut di atas adalah:
1. Plato
2. Aristoteles
3. Johan Amos Comenius
4. Jean Jacques Rousseau
5. Johan Heinrich Pestalozzi
6. Friedrich Frobel
7. Dietrich Tiedeman
8. Wilhelm Preyer
9. Charles Darwin
10. Wilhelm Wundt
11. Stanley Hall
12. J.B. Watson
13. Sigmund Freud
14. Clara dan William Stern
15. Jean Piaget
16. Prof. Kohn Stamm
17. Prof. Langeveld
18. Dr. Decroly dan Dr. Schuyten
19. Maria Montessory
Sedangkan metode yang
digunakan dalam psikologi perkembangan adalah metode ilmiah yang sangat
spesifik yakni mempelajari fakta dari tingkah laku, anak yang sedang dalam
proses berkembang.
Menurut Desmita (2007;65-68) menyatakan bahwa metode spesifik yang
digunakan dalam psikologi perkembangan di antaranya:
1. Metode Observasi
2. Metode Eksperman
3. Metode Klinis
4. Metode Tes
Dilihat dari tujuan dan
manfaatnya psikologi perkembangan memiliki ruang lingkup yang esensial dan amat
berarti bagi tumbuh kembang anak.
Kalaulah bermain sambil belajar mempunyai arti dan fungsi perkembangan
anak, maka seorang pendidik harus
memahami karakteristik anak usia
dini, agar keberhasilan proses pembelajaran pada anak usia dini dengan pendekatan psikologi perkembangan
dapat tercapai seefektif mungkin.
Sugeng Santosa (2002;3) menyatakan bahwa karakteristik anak usia dini
antara lain:
1. Jujur,
2. Ingin tahu,
3. Ingin mencontoh,
4. Ingin mencoba,
5. Mengulang-ulang,
6. Merusak,
7. Suka bermain,
8. Suka bergerak,
9. Ingin yang baru,
10. Selalu gembira,
11. Jarang melamun,
12. Mudah diatur.
Menumbuh kembangkan berbagai
kecerdasan anak ditinjau dari
sisi psikologi perkembangan dapat terlihat dari konsep bermain sambil belajar yang diterapkan dan indikatornya jelas tertera dalam
Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini
sebagai acuan bagi perencanaan pengelolaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran
yang baik dan sistematis demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional yaitu:
“ Mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
bertanggung jawab”.
Selanjutnya
tentang bermain sambil belajar terdapat banyak definisi dari para ahli di antaranya:
F.J.
Monks dan kawan-kawan yang dikutif oleh Huizinga dan dikutif lagi oleh Adiyatman
Prabowo (2002;4) menyatakan
bahwa:
“ Bermain merupakan tindakan
sukarela yang dilakukan dalam batas tempat dan waktu berdasarkan aturan yang
mengikat tapi dialami secara sukarela dengan tujuan yang ada dalam dirinya
sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang dengan pengertian bahwa
bermain merupakan sesuatu yang lain dari pada kehidupan biasa”.
Selanjutnya
Anggani Sudono (1995;1) menyatakan
bahwa:
“ Bermain adalah sesuatu kegiatan
yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan
pengertian atau memberikan informasi, memberi kenangan maupun mengembangkan
imajinasi pada anak”.
Elizabeth B. Hurlock (1981)
menyatakan
bahwa: “Bermain adalah
kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan”. (Desmita, 2007;10)
Karl
Groos (1991) menyatakan bahwa: “Bermain sebagai cara alami tubuh manusia untuk mempersiapkan dirinya
sendiri menghadapi berbagai tugas dalam masa kehidupan dewasanya”.
Dari
beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
kegiatan yang dilakukan oleh anak atau sekelompok anak untuk mencari
kesenangan, secara spontan, sukarela dengan dibatasi aturan waktu dan tempat
bermain baik menggunakan alat maupun
tanpa alat yang berguna untuk mempersiapkan diri anak dalam menghadapi berbagai
tugas dalam kehidupan dewasanya.
Hal
yang tak bisa dipungkiri adalah bahwa bermain merupakan bagian utama dari
kehidupan anak, bermain bagi anak bagaikan
bekerja pada orang dewasa. Bermain
merupakan peluang bagi anak untuk melakukan berbagai hal. Situasi itulah yang
membuat anak belajar. Dengan demikian, bermain merupakan cara anak belajar.
Belajar tentang apa saja.
Belajar tentang objek, kejadian, situasi dan konsep (misalnya halus, kasar,
dll). Mereka juga berlatih koordinasi berbagai otot gerak misalnya otot jari, berlatih mencari sebab akibat dan memecahkan
masalah. Selain itu, melalui bermain anak berlatih mengekspresikan berbagai hal dan situasi.
Pemerintah
kita dalam hal ini kementerian pendidikan nasional secara tegas telah menetapkan bermain sebagai alat belajar utama bagi
anak. Dalam kebijakannya disebutkan secara jelas bahwa:
“ Bermain adalah sifat yang melekat
langsung pada kodrat anak, jika ada anak yang tidak mau bermain, itu
menunjukkan adanya suatu kelainan dalam diri anak tersebut. Mengabaikan kenyataan
ini, apalagi mengingkari, jelas bertentangan dengan kebutuhan perkembangan jiwa
anak”. (Depdikbud, 1994/1995).
Jadi
jelaslah bahwa bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran
pada pendidikan anak usia dini baik yang formal seperti Taman Kanak-kanak dan
Raudhatul Athfal ataupun non formal seperti Taman Penitipan Anak, kelompok
bermain dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Kegiatan pembelajaran yang disuguhkan oleh pendidik hendaknya
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, dan teknik tertentu serta rancangan yang apik dan kemasan yang menarik.
Selanjutnya
Aam Kurnia (2009;125) menyatakan:
“ Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan
lingkungannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna (bermanfaat bagi anak),
ketika bermain anak membangun pengertian dengan pengalamannya”.
Berkaitan
dengan perkembangan anak, bermain bisa berkontribusi positif terhadap hampir
segenap aspek perkembangan, baik
perilaku maupun kemampuan dasar seperti fisik motorik, kognitif, bahasa dan
sosial emosional.
M.
Sholehudin (1996;92) menyatakan: “Bermain memiliki fungsi
atau manfaat bagi aspek psikis dan fisik anak”.
Adapun
manfaat bermain bagi anak menurut
M. Sholehudin (1996;90) secara lebih jelas diantaranya:
1.
Meningkatkan pengetahuan.
2.
Menghilangkan rasa bosan.
3.
Meningkatkan kretivitas anak.
4.
Mengendalikan emosi.
5.
Membangun hubungan sosial.
6.
Belajar bekerjasama.
7.
Meningkatkan kosa kata.
8.
Mengembangkan kepuasan ego anak.
Roger, Cosbi. S dan Janet K. Sawyers (1995) (Desmita, 2007;12)
berpendapat bahwa anak rajin selalu bermain, sebab dengan bermain anak merasa
tenang, rileks, senang dan tidak tertekan. Adapun manfaat bermain menurut
mereka yang dapat dirasakan anak di antaranya adalah:
1.
Nilai fisik.
2.
Nilai pendidikan dan pengajaran.
3.
Nilai kreativitas.
4.
Nilai sosialisasi.
5.
Nilai kecerdasan emosi.
6.
Nilai bahasa.
7.
Nilai moral.
8.
Nilai terapi.
Sedangkan karakteristik permainan menurut para tokoh di antaranya seperti
pendapat Elizabeth B. Hurlock (1980) (Desmita, 2007;10) yang menyatakan:
1.
Bermain dipengaruhi tradisi.
2.
Bermain mengikuti pola perkembangan anak.
3.
Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya
usia.
4.
Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia.
5.
Permainan masa kanak-kanak berubah dari dan tidak
formal menjadi formal.
6.
Bermain secara fisik kurang akftif dengan bertambahnya
usia.
7.
Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak.
8.
Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak.
Sementara itu Aam Kurnia (2009) menyatakan bahwa karakteristik bermain di
antaranya:
1.
Simbolik
2.
Bermakna
3.
Aktif
4.
Menyenangkan
5.
Sukarela
6.
Ada
aturan
7.
Episodik
Di samping itu Mildred Parten (Suryani dan Novi Siregar, 2005) menyatakan
bahwa jenis-jenis permainan yang merangsang tahap perkembangan bermain anak di
antaranya:
1.
Unoccopied play (permainan unnoccopied)
2.
Solitary play (permainan solitary)
3.
On looker play (permainan on looker play)
4.
Parallel play (permainan parallel)
5.
Assocative play (permainan assotiative)
6.
Cooperative play (permainan cooperative)
Selanjutnya Mayke Teja Saputra (1995) dalam bukunya bermain dan permainan
menyatakan bahwa:
“ Belajar dengan bermain memberi
kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri,
bereksplorasi, mempraktekkan, mendapatkan bermacam-macam konsep serta
pengertian yang tidak terkira banyaknya. Di sinilah proses pembelajaran
terjadi. Mereka mengambil keputusan, mengembalikan, mencoba, mengeluarkan
pendapat dan memecahkan masalah, mengerjakan tuntas, bekerjasama dengan teman
dan mengalami berbagai macam perasaan”.
Begitu
banyaknya makna dan manfaat bermain bagi anak usia dini sehingga perlu bagi
para pendidik untuk mengetahuinya secara mendalam agar dalam menyusun rencana
atau konsep kegiatan pembelajaran tidak keluar dari prinsip bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan tumbuh kembang anak.
Adapun prinsip-prinsip
pembelajaran bermain sambil belajar pada anak usia dini menurut Aam Kurnia
(2009;139) di antaranya:
1.
Berinteraksi
pada kebutuhan anak
2.
Belajar
melalui bermain
3.
Pendekatan
kreatif dan inovatif
4.
Lingkungan
yang kondusif
5.
Menggunakan
pembelajaran terpadu
6.
Mengembangkan
berbagai percakapan hidup
7.
Menggunakan
berbagai media edukatif dan sumber belajar
8.
Dilaksanakan
secara bertahap dan berulang
9.
Pembelajaran
yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak.
Jane
M. Hearly (1994) seperti dikutif Anggani Sudono (1995;4) menyatakan:
“ Jaringan serabut syaraf akan
terbentuk apabila ada kegiatan mental yang aktif dari anak. Setiap respons
terhadap penglihatan, bunyi, perasaan, bau dan pengecapan akan memperlancar
hubungan-hubungan antar neuron (pusat syaraf)”.
Kualitas
otak anak tergantung pada pengembangan minat, keterlibatan aktif anak dan
rangsangan yang beragam. Terbentuknya jaringan syaraf tergantung pada minat dan
usaha keras anak. Penggunaan seluruh panca indra, penglihatan, suara, rasa, pengecap, dan penciuman mempercepat
hubungan-hubungan yang ada diantara simpul syaraf. Lingkungan rumah, dan sekolah merupakan bahan
terpenting dalam pembentukan jaringan tersebut. Dalam keadaan menyenangkan,
jalur hubungan sel otak akan tumbuh dengan pesat. Karena itu masa bermain
adalah masa yang paling menguntungkan bagi anak. Dengan bermain anak dapat
mengeksplorasi seluruh aspek tersebut di atas, dan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya diperlukan penerapan
metode dan model pembelajaran yang sejalan dengan standar pendidikan anak usia
dini yaitu metode integratif dan model pembelajaran berdasarkan sentra.
Untuk
menunjang kegiatan bermain sambil belajar yang optimal dan sesuai dengan
perkembangan jiwa anak dibutuhkan sarana dan alat permainan serta
penggunaan sumber belajar yang tepat,
aman, dan multifungsi. Rangsangan menyenangkan membuat anak mampu memahami konsep-konsep dan pengertian
secara alamiah serta membantu anak mengembangkan kecerdasannya.
Hughes
(1995) sebagaimana dikutif Anggani Sudono (1995;65) menyatakan: “Kegiatan di
sekolah dan usaha yang dilakukan guru sangat berpengaruh ketika anak bermain,
karena di dukung oleh suasana yang menyenangkan”.
Partisipasi
aktif orang dewasa dalam hal ini orang tua dan pendidik yang menjalankan
fungsinya dengan baik akan berpengaruh sangat besar terhadap kemajuan
perkembangan berbagai kecerdasan anak.
Adapun
kecerdasan yang dapat dikembangkan dari kegiatan bermain sambil belajar pada
anak usia dini, yaitu yang biasa disebut kecerdasan jamak di antaranya:
1.
Kecerdasan bahasa.
2.
Kecerdasan logika matematika.
3.
Kecerdasan intrapersonal.
4.
Kecerdasan interpersonal.
5.
Kecerdasan kinestetik.
6.
Kecerdasan musikal.
7.
Kecerdasan visual spasial.
8.
Kecerdasan naturalis.
9.
Kecerdasan eksistensial atau spiritual.
Kegiatan bermain sambil belajar
pada pendidikan anak usia dini di samping mengembangkan berbagai kecerdasan
anak juga memiliki 3 landasan sebagaimana pendapat Aam Kurnia (2009) bahwa: “Penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini haruslah didasarkan pada berbagai landasan yaitu
landasan yuridis, landasan filosofis dan
religius serta landasan keilmuan baik teoritis maupun empiris”.
Sebagaimana
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 menyatakan
bahwa:
“ Pendidikan anak usia dini adalah
suatu pembimbingan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 menyatakan bahwa:
“ Standar tingkat pencapaian
perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun. Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan
aktualitasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak
pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu tingkat pencapaian
kecakapan akademik. Standar pendidik (guru, guru pendamping dan pengasuh), dan
tenaga kependidikan memuat kualitatif dan kompetensi yang dipersyaratkan.
Standar isi, proses dan penilaian meliputi tertintegrasi / terpadu sesuai
dengan kebutuhan anak. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan
mengatur persyaratan fasilitas, manajemen, dan pembiayaan agar dapat
menyelenggarakan pendidikan anak usia dini dengan baik”.
Dengan demikian, pembinaan dan pemberian rangsangan pada anak usia dini
sangatlah penting terutama dalam membantu menumbuhkembangkan berbagai
kecerdasan dan mempersiapkan anak memasuki pendidikan yang akan datang, yang
salah satunya dengan membuat konsep bermain sambil belajar yang tersusun
sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan anak dan tidak keluar dari peraturan
serta kurikulum yang berlaku.
Untuk lancarnya kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini
dengan menerapkan konsep bermain sambil belajar yang menyenangkan bagi anak,
maka diperlukan kesinambungan antara pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pendidikan Nasional yang mengeluarkan peraturan tentang standar pendidikan anak
usia dini, dan kinerja pendidik sebagai yang membuat dan merancang konsep
pembelajaran tentunya yang memiliki kualifikasi akademik yang memadai dan
memahami psikologi perkembangan. Maksudnya kompetensi paedagogik para pendidik
sangat menentukan terhadap kemajuan proses pendidikan di Indonesia
khususnya dunia pendidikan anak usia dini sehingga pendidikan anak usia dini di
negara kita betul-betul di tangani oleh ahli dibidangnya mulai dari membuat
rancangan kegiatan pembelajaran dalam hal ini konsep bermain yang sesuai dengan
tumbuh kembang anak, proses pembelajaran, penguasaan kelas, penggunaan metode
dan evaluasinya.
Untuk lancarnya kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini
diperlukan suatu landasan dan dasar yang kuat, karena dengan demikian maka
tujuan pendidikan anak usia dini akan terlaksana dan anak memiliki kekuatan,
keteguhan dan tidak mudah di pengaruhi oleh pihak luar.
Konsep pembelajaran anak usia dini berdasarkan pada nilai-nilai
pendidikan nasional yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1990 tentang
batas usia pendidikan anak usia dini pasal 4 menyatakan anak didik taman
kanak-kanak adalah anak usia 4-6 tahun.
Mengingat pentingnya pelaksanaan pendidikan yang berkesinambungan yang
sesuai dengan kondisi dan karakter budaya masyarakat kita, maka pemerintah
Republik Indonesia khususnya Kementerian Pendidikan Nasional mengeluarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai pedoman bagi para pendidik untuk melaksanakan
tugasnya kegiatan pembelajaran yang kondusif demi terwujudnya tujuan pendidikan
nasional.
Secara skematis kerangka pemikiran tersebut dapat diggambarkan sebagai
berikut:
E. Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi pustaka dengan prosedur
penyajian dan penganalisaan data deskriptif, yang bersumber pada kajian para
ahli psikologi perkembangan dan beberapa sumber disiplin ilmu yang berhubungan.
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
Melakukan studi pendahuluan dengan menggunakan studi
pustaka dengan prosedur penyajian dan penganalisaan data deskriptif, yang
bersumber pada kajian psikologi perkembangan yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti.
2.
Perumusan masalah yakni penyajian / menyusun masalah
yang diteliti yaitu:
a.
Apa makna psikologi perkembangan?
b.
Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan
anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009?
c.
Bagaimana konsep bermain sambil belajar pada pendidikan
anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 menurut Kajian Psikologi
Perkembangan?
3.
Menentukan metode penelitian yang digunakan yaitu
metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah suatu metode untuk menganalisis
sesuatu dari aspek kepustakaan?
4.
Menentukan sumber data primer maupun sumber data sekunder.
Sumber data primer yaitu sumber-sumber pokok yang diambil dari buku
mengembangkan multiple intelligences dan aplikasinya melalui pembelajaran dan
permainan di Taman Kanak-kanak karya Lilis Suryani dan Novi Marlina Siregar,
Buku Permendiknas No. 58 Tahun 2009, pengembangan pendidikan anak usia dini Karya
Aam Kurni dan Buku Psikologi perkembangan karya Agus Suyanto. Sedangkan sumber
data sekunder yaitu sumber data kedua atau penunjang yang diambil dari buku
psikologi, buku bermain dan belajar, alat permainan dan sumber belajar TK dan
buku-buku lain yang sesuai dengan bidang garapan.
5.
Menentukan jenis data yang diperlukan tentang konsep
bermain sambil belajar pada anak usia dini.
Mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut:
a.
Mengumpulkan buku-buku, karya ilmiah, majalah handout
dan buku-buku lain yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
b.
Mempelajari dan mengkaji data-data terutama dari data
primernya.
c.
Merumuskan data-data yang dipelajari.
d.
Menuangkan resume tersebut dalam bentuk tulisan.
6.
Menganalisa data dengan menggunakan pendekatan secara
induktif, deduktif dan komparatif. (Enden Salimah, Skripsi STAI Al-Musdariyah:
2009).
a.
Induktif : Berasal dari kaidah-kaidah yang bersifat
khusus kemudian dihubungkan dengan konsep umum yang mendapat suatu kesimpulan.
b.
Deduktif : Dengan menggunakan suatu kaidah yang bersifat
umum kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus.
c.
Komparatif : Usaha membandingkan beberapa keterangan yang
diperoleh untuk mendapatkan penjelasan yang dapat dijadikan bahan penelitian.
7.
Menyimpulkan pokok-pokok kajian sebagai intisari dari
pembahasan dan penelitian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar